Kamis, 19 Juni 2014

Garuda beserta maknanya di Indonesia



BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang Masalah
Garuda merupakan lambang Negara Indonesia, hampir semua orang tahu itu. Namun hanya sebagian orang saja yang mengetahui siapa penemunya dan bagaimana kisah hingga menjadi lambang kebanggaan negara ini. Sewaktu Republik Indonesia Serikat dibentuk, dia diangkat menjadi Menteri Negara Zonder Porto Folio dan selama jabatan menteri negara itu ditugaskan Presiden Soekarno merencanakan, merancang dan merumuskan gambar lambang negara. Dia adalah Sultan Hamid II yang berasal dari Pontianak. Dia teringat ucapan Presiden Soekarno, bahwa hendaknya lambang negara mencerminkan pandangan hidup bangsa, dasar negara Indonesia, di mana sila-sila dari dasar negara, yaitu Pancasila divisualisasikan dalam lambang negara. Tanggal 10 Januari 1950 dibentuk Panitia Teknis dengan nama Panitia Lencana Negara di bawah koordinator Menteri Negara Zonder Porto Folio Sultan Hamid II dengan susunan panitia teknis M Yamin sebagai ketua, Ki Hajar Dewantoro, M A Pellaupessy, Moh Natsir, dan RM Ng Purbatjaraka sebagai anggota. Panitia ini bertugas menyeleksi usulan rancangan lambang negara untuk dipilih dan diajukan kepada pemerintah.
Merujuk keterangan Bung Hatta dalam buku “Bung Hatta Menjawab” untuk melaksanakan Keputusan Sidang Kabinet tersebut Menteri Priyono melaksanakan sayembara. Terpilih dua rancangan lambang negara terbaik, yaitu karya Sultan Hamid II dan karya M Yamin.Pada proses selanjutnya yang diterima pemerintah dan DPR RIS adalah rancangan Sultan Hamid II. Karya M Yamin ditolak karena menyertakan sinar-sinar matahari dan menampakkan pengaruh Jepang.Setelah rancangan terpilih, dialog intensif antara perancang (Sultan Hamid II), Presiden RIS Soekarno dan Perdana Menteri Mohammad Hatta, terus dilakukan untuk keperluan penyempurnaan rancangan itu. Terjadi kesepakatan mereka bertiga, mengganti pita yang dicengkeram Garuda, yang semula adalah pita merah putih menjadi pita putih dengan menambahkan semboyan “Bhineka Tunggal Ika”.Tanggal 8 Februari 1950, rancangan final lambang negara yang dibuat Menteri Negara RIS, Sultan Hamid II diajukan kepada Presiden Soekarno. Rancangan final lambang negara tersebut mendapat masukan dari Partai Masyumi untuk dipertimbangkan, karena adanya keberatan terhadap gambar burung garuda dengan tangan dan bahu manusia yang memegang perisai dan dianggap bersifat mitologis

1.2  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut.
1). Bagaimana Latar Belakang Historis Pancasila?
2). Apa arti dan Makna Garuda Pancasila?
3). Bagaimana Mitologi tentang Garuda
1.3  Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.
1). Untuk mengetahui latar belakang historis pancasila.
2). Untuk mengetahui arti dan makna garuda pancasila.
3). Untuk mengetahui mitologi tentang pancasila.











BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Latar Belakang Historis
Pada waktu UUD 1945 disahkan oleh PPKI tanggal 18 Agustus 1945, belum diputuskan dan dicantumkan ketentuan mengenai lambang negara dan lagu kebangsaan. Yang sudah ditetapkan baru Bendera Negara, yaitu Sang Merah Putih (Pasal 35) dan Bahasa Negara adalah Bahasa Indonesia (Pasal 36). Sebenarnya sudah ada lagu “Indonesia” karangan Wage Rudolf Supratman, yang sudah sering dinyanyikan oleh pandu Indonesia di Jakarta sebelum Kongres Pemuda Indonesia Kedua. Secara resmi lagu itu kemudian dinyanyikan sendiri oleh penciptanya, Wage Rudolf Supratman, pada penutupan Kongres Pemuda Indonesia Kedua, 28 Oktober 1928 (Sularto, 1982:20). Dari pergaulannya dengan para pemimpin pergerakan kebangsaan, maka judul lagunya diubah menjadi “Indonesia Raya”. Suatu pergerakan kebangsaan yang dipelopori oleh Partai Nasional Indonesia, di bawah pimpinan Bung Karno, dkk. mengakui bahwa “Indonesia Raya” adalah “Lagu Kebangsaan Indonesia”. Oleh karena itu, ia menerbitkan naskah lagu “Indonesia Raya” dengan predikat “Lagu Kebangsaan Indonesia”(Sularto, 1982:28). Sementara itu, untuk lambang negara memang belum ada. Tiap negara mempunyai lambang, bendera, lagu kebangsaan, dan bahasa nasoinal, yang menjadi identitas bangsa dsn negaranya.
Sesuai dengan Konstitusi RIS 27 Desember 1949, maka pemerintah mempunyai kewajiban untuk menetapkan lambang negara. Awal tahun 1950, pemerintah membentuk Panitia Lencana Negara, yang diketuai oleh Muhammad Yamin II sebagai salah seorang anggotanya (Sutja, 1986:4). Panitia Lencana Negara mengadakan sayembara lambang negara. Dengan adanya perubahan bentuk negara dari negara federal menjadi negara kesatuan, maka Konstitusi RIS 1949 diubah menjadi UUDS 1950. Pasal 3 UUDS 1950, menyebutkan lambang negara ditetapkan oleh pemerintah. Realisasi ketentuan ini dilakukan dengan menerbitkan PP No. 66/1951 tanggal 17 Oktober 1951, menetapkan Lambang Negara adalah Garuda Pancasila, dan mulai berlaku sejak 17 Agustus 1950. Untuk menerbitkan penggunaan dan pemasangan lambang negara tersebut, dikeluarkan PP No. 43/1958 tanggal 10 Juli 1958.
Pada 9 Juli 2009 telah ditandatangani UU No. 24/2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan. Pasal 1 menyatakan bahwa Bendera NKRI, yang selanjutnya disebut Bendera Negara adalah Sang Merah Putih; Bahasa NKRI, yang selanjutnya disebut Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi nasional yang digunakan di seluruh wilayah NKRI; Lambang NKRI, yang selanjutnya disebut Lambang Negara adalah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika; Lagu Kebangsaan NKRI, yang selanjutnya disebut Lagu Kebangsaan adalah Indonesia Raya. Keempat simbol itu merupakan jati diri dan identitas NKRI dan menjadi cerminan kedaulatan negara dalam tata pergaulan dengan negara-negara lain.

2.2 Arti dan Makna Garuda Pancasila
            Lambang Garuda Pancasila memunyai komponen sebagai berikut.
a.       Seekor burung Garuda yang berdiri tegak dengan mulut sedikit terbuka, mengembangkan kedua sayapnya dengan kepala menengok lurus ke sebelah kanan.
b.      Pada dada garuda ada perisai atau tameng yang berbentuk jantung. Tameng ini terbagi atas 5 ruang, satu di tengah dan empat di tepi.
c.       Sebuah pita putih yang sedikit melengkung ke atas bertuliskan Semboyan “Bhineka Tunggal Ika” di cengkram kaki Garuda
2.2.1 Makna Pada Wujud Burung
1)      Garuda yang digantungi perisai dengan memakai paruh, sayap, ekor dan cakar melambangkan tenaga pembangunan seperti dikenal dalam peradaban Indonesia. Perisai atau tameng yang dikenal dalam kebudayaan Indonesia sebagai senjata dalam perjuangan mencapai tujuan dengan melindungi diri. Garis hitam ditengah-tengah melukiskan katulistiwa, yang melewati Sumatra, Kalimantan, Sulawesi dan Irian. Semboyaan Bhineka Tunggal Ika menggambarkan persatuan dan kesatuan nusa dan bangsa Indonesia.
2)      Tubuh Garuda yang berwarna kuning emas dimaksudkan sebagai kebesaran bangsa dan keluhuran Negara.
3)      Bulu-bulu yang ada pada Garuda melukiskan sendera sengkala hari Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.
(1)   Bulu sayap berjumlah 17 helai
(2)   Bulu ekor berjumlah 8.
(3)   Jumlah bulu dibawah perisai adalah 19
(4)   Jumlah bulu kecil di bawah leher adalah 45.
2.2.2 Makna Tameng yang Berbentuk Jantung
Tameng yang berbentuk jantung terbagi atas lima ruang, satu di tengah-tengah dan empat ditepi. Tiap ruang mempunyai symbol yang berbeda satu dengan yang lainnya, baik wujud maupun warnanya. Simbol-simbol dalam ruang itu secara keseluruhan merupakan lembang dari sila-sila Pancasila, mulai dari ruang yang ditengah-tengah kemudian ke kiri bawah dan berputar menurut arah yang berlawanan dengan jarum jam. Adapun makna symbol dari masing-masing ruang itu adalah sebagai berikut.
1)      Nur atau cahaya yang berbentuk bintang persegi lima, dilukiskan dengan warna kuning diatas warna dasar  hitam, dan melambangkan sila Ketuhanan Yang Maha Esa merupakan dasar kerohanian Negara, yang mengandung nilai bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang percaya dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Simbol bintang adalah symbol kesucian dan kesakralan, dan mengandung cahaya bintang menerangi alam semesta, termasuk menerangi hidup manusia di dunia ini agar manusia tidak tersesat menjalani hidupnya. Kitab suci diturunkan oleh Tuhan Yang Maha Esa melalui para nabi adalah ibarat rambu-rambu kehidupan manusia di dunia fana ini, agar manusia menjalani hidupnya sesuai dengan perintah-Nya dan menuju kepada-Nya.
2)      Rantai mas pada kiri bawah tameng dilukiskan dengan warna kuning diatas warna dasar merah, terletak dalam posisi membujur dalam keadaan bulat panjang. Rantai emas ini melambangkan sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Rantai ini terdiri atas 17 buah, yaitu 9 buah bundar dan 8 buah persegi, yang tersusun selang-seling dan bersambung tak putus-putusnya. Yang bundar sebagai symbol laki-laki, sedangkan yang persegi adalah simbol perempuan . hal ini melambangkan tiada putus-putusnya hubungan antara laki-laki dengan perempuan, sehingga terjadi manusia serta tiada putus-putusnya hubungan kemanusiaan sebagai wujud hakikat manusia sebagai homo socius, dan tiada putus-putusnya hubungan antara bangsa yang betrsatu dengan bangsa lain di dunia (Alam, 2001:192-193 dalam Kumpulan Pidato Bung Karno).
3)      Pohon beringin di ruang kiri atas dilukiskan dengan warna hijau di atas warna dasar putih, yang melambangkan sila Persatuan Indonesia. Pohon beringin sebagai pohon yang besar dan rindang sudah biasa digunakan oleh masyarakat sebagai tempat pertemuan, berteduh, dan berlindung. Pada pohon beringin terdapat keseimbangan antara akar, batang, dahan, dan daunnya yang saling mendukung dan menjalankan fungsinya masing-masing, seperti halnya membina persatuan diatas kebinekaan bangsa Indonesia.
4)      Kepala banteng di ruang kanan atas tameng dilukiskan dengan warna hitam di atas warna dasar merah merupakan lambing sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmah Kebijaksanaan dalam Permusyawaran/ Perwakilan. Bagi masyarakat agraris, banteng merupakan hewan yang sangat berguna sebagai alat produksi, penghasil rabuk dan juga sebagai tabungan. Bahkan dalam masyarakat tertentu kepala banteng atau kerbau sering dipergunakakan sebagai simbol kebesaran. Simbol ini dipergun akan pula sebagai simbol perjuangan sebelum Indonesia merdeka. Dengan demikian rakyat Indonesia memang sudah akrab dengan banteng.
5)      Padi dan kapas pada ruang kanan bawah tameng dilukiskan dengan warna kuning di atas warna dasar hitam merupakan lambang kecukupan makanan (pangan) dan kapas merupakan lambang kecukupan pakaian (sandang). Kecukupan pangan dan sandang sekadar mencerminkan kebutuhan fisik yang paling minim, karena kebutuhan hidup manusia tentu jauh lebih banyak dan beraneka ragam.
2.2.3 Semboyan Bhineka Tunggal Ika
                Semboyan bhineka tunggal ika dikemukakan oleh pujangga Mpu Tantular dalam bukunya Sutasoma untuk menunjukkan kerukunan kehidupan beragama pada waktu pemerintahan Hayam Wuruk di Kerajaan Majapahit pada pertengahan abad ke-14. Ungkapan aslinya berbunyi:Siwatattwa lawan Buddhatattwa tunggal, bhineka tunggal ika, tan hana dharma mangrwa. Agama Hindu dan Budha itu sau, berbeda tetapi satu jua, tidak ada ajaran agama yang mendua. Oleh karena semboyan itu telah diangkat menjadi lambang Negara, maka kebinekaan bukanlah sebatas agama, tetapi meliputi juga ras, suku, bahasa, adat istiadat dan seni budaya. Perbedaan adalah warna kehidupan yang alami, dan tidak perlu dilenyapkan, tetapi dikelola agar tetap berada dalam persatuan seperti indahnya warna-warni pelangi di angkasa.
2.3 Penggunaan Lambang Negara
Lambang Negara wajib digunakan di gedung, kantor, atau ruang kelas satuan pendidikan; luar gedung atau kantor; lembaran Negara; tambahan lembaran Negara, berita Negara; paspor, ijazah dan dokumen resmi yang diterbitkan pemerintah; uang logam, dan uang kertas atau materai (pasal 51). Di samping itu Lambang Negara juga dapay digunakan sebagai cap atau kop surat jabatan;sebagai cap dinas untuk kantor;pada kertas bermaterai; dan lain sebagainya.
2.4 Mitologi tentang Garuda
Garuda telah menghiasi ceritera-ceritera rakyat di berbagai daerah, juga dipergunakan dalam berbagai karya sastra. Para seniman menjadikannya motif pada ukirannya, dijadikan sampiran pantun oleh para pujangga, atau dipahatkan pada patung dan candi-candi oleh pemahat. Bukan pernah dijadikan lambang kerajaan beberapa abad yang silam. Dalam PP No.44/1958 tentang Panji dan Lambang Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara secara tegas dinyatakan bahwa Garuda adalah burung mythos yang bersifat kedewaan. Sementara burung Elang Rajawali adalah burung alamiah yang dianggap perkasa dan merajai makhluk bersayap. Banyak Negara yang telah mengangkat Elang Rajawali sebagai symbol resmi kenegaraannya, seperti Amerika Serikat, Spanyol, mexico, dan sebagainya, masing-masing dengan latar belakang historis dan makna yang berbeda satu sama lain.  Lambang Amerika Serikat juga burung Rajawali yang gundul dan kepak meregang.  Cakar kaki kanan memegang cabang pohon saitun dan cakar kaki kiri memegang panah yang melambangkan komitmen bangsa untuk perdamaian dan kesediaan untuk berperang kalau perlu. Semboyannya adalah E Pluribus Unum, means From Many, One- is reminder that the nation is a union of many states and of many peoples from many other nations. Semboyan ini dipegang oleh mulut burung rajawali. Jadi hampir sama dengan lambang Indonesia; tetapi yang jelas sekalipun Indonesia merdeka sekitar 150 tahun setelah kemerdekaan Amerika Serikat, Indonesia tidak meniru lambang Amerika Serikat. Cerita tentang Garuda sudah ada dalam Mahabharata.
2.4.1 Mitologi Garuda dalam Mahabharata
            Dalam mitologi di berbagai daerah Indonesia, yang usianya sudah beberapa abad yang lalu, baik yang diturunkan secara tertulis maupun lisan, Garuda sering diangkat sebagai figur yang sangat disayangi dan dikagumi keperkasaannya. Garuda sudah termuat dalam kitab tua Mahabharata, yang ditulis ulang pada masa pemerintahan Dharmawangsa dari kerajaan Mataram. Kisah Garuda terdapat pada kitab pertama yang bernama Adiparwa.
              Seorang raja sakti, Bagawan Kasyapa, seorang istrinya bernama Kadru minta 1000 anak, dan seorang lagi bernama Winata minta dua orang anak. Kadru diberi telur 1000 dan Winata dua. Setelah beberapa lama telur yang disimpan oleh Kadru dalam guci itu menetas satu per satu, dan lahir berupa naga, seperti Naga Basuki. Lain halnya dengan Winata, telurnya tidak menetas. Ia menjadi was-was, lalu diambilnya satu telur dan dipukulnya dengan tongkat hingga pecah. Di dalamnya ternyata ada seorang anak. Anak itu diberi nama Aruna, tetapi mati tak lama setelah telurnya dipecahkan oleh ibunya. Anak itu mengutuk ibunya, bahwa ibunya akan menjadi budak Kadru dan baru akan dibebaskan oleh adiknya yang bernama Garuda.
              Pada suatu hari Kardu dan Winata betaruh tentang warna ekor dari seekor kuda putih, ternyata warna ekor kuda itu memang putih seperti yang dikatakan oleh Winata, sedangkan Kadru mengatakan bahwa ekor kuda tersebut hitam. Kadru menyuruh anaknya menyembur ekor kuda itu menjadi hitam. Akhirnya winata kalah dan menjadi budak Kadru. Sementara itu Garuda lahir. Sinar matanya terang, tubuhnya perkasa, sayapnya lebar, paruhnya tajam dan cakarnya kokoh. Karena tidak menemui ibunya, ia terbang ke angkasa mencari ibunya. Atas petunjuk Dewa, ia sampai ke tempat ibunya. Tetapi naga-naga yang menjaga ibunya meminta syarat yang berat, yaitu tebusan untuk membebaskan ibunya adalah Air Amerta. Air Amerta ini disimpan di sebuah pulau-Sangkha Dwipa. Ibunya berpesan: “Pergilah engkau ke sebuah pulau di tanah Kusa, tempat orang-orang jahat, makalah mereka sebagai bekalmu”. Garuda pun terbang menuju tanah Kusa. Dengan kedua sayapnya, Garuda menepuk air laut. Kaum Nasadha merasakan bagai gelombang besar, sehingga mereka mencari tempat persembunyian. Sementara itu Garuda membuka mulutnya, masuklah kaum Nasadha ke dalam mulut Garuda.
              Kemudian Garuda menemui ayahnya-Bhagawan Kasyapa. Ayahnya memerintahkan agar sebelum menuju pulau Sangkha, Garuda menghukum dua orang raja yang saling bermusuhan, yaitu raja Wibhawasu mengutuk raja Supratika menjadi gaajh, dan sebaliknya raja Supratika mengutuk lawannya menjadi kura-kura raksasa. Segera Garuda mencari dua binatang itu dan menerkamnya. Garuda masih menghadapi kesulitan untuk dapat mengambil Air Amerta karena dijaga ketat. Namun dengan ketangkasannya, akhirnya Garuda berhasil mengambil kendi kamandalu yang berisi Air Amerta. Dengan Air Amerta ini Garuda dapat membebaskan ibunya dan langsung dibawa terbang. Kendi yang berisi Air Amerta itu deserahkan oleh Garuda kepada para naga sebagai tebusan untuk ibunya. Para naga pun membebaskan Winata dan langsung dibawa terbang  oleh Garuda. Sebelum terbang Garuda berpesan kepada para naga agar merekan mandi sebelum minum Air Amerta. Mereka pun cepat-cepat masuk kedalam air, sehingga mereka lupa menjaga kendi. Setelah kembali ternyata kendi itu sudah tidak ada lagi.
            Dalam perjalanan pulang, Garuda menuju tempat ibunya, ia bersama Batara Wisnu. Tak diduga Batara Wisnu meminta kepada Garuda untuk menjadi kendaraannya dan menjadi lambang pada benderanya. Garuda pun tidak menolaknya. Sejak  saat itu resmilah Garuda menjadi kendaraan Batara Wisnu dan menjadi lambang pada benderanya.
2.4.2 Mitologi Garuda dalam Ceritera Dewi Sri
Disebuah negeri, purwacarita, memerintah seorang raja bernama Prabu Sri Mahapunggung. Raja mempunyai dua orang anak, yang sulung bernama Dewi Sri, sedang yang bungsu bernama Raden Sadana. Mereka adalah cucu Batara Wisnu, karena Batara Wisnu adalah ayah dari raja Mahapunggung. Batara Wisnu memelihara seekor Garuda, yang dinamakan Garuda Winanteya. Setelah kedua anaknya menginjak dewasa, raja ingin mengawinkan Raden Saden dengn Dewi Panitra. Sayang putranya menolak dengan alasan belum siap, dan menginginkan kakaknya Dewi Sri lebih dahulu. Raden Sadana diam-diam lari dari istana tanpa sepengetahuan siapa pun. Kejadian itu sungguh mengejutkan keluarga istana dan masyarakat Purwacarita. Dewi Sri pun memutuskan untuk menyusul adiknya. Raja segera mengerahkan rakyat untuk mencari kedua anaknya.
                   Tatkala kegaduhan belum mereda, dating utusan Raja Raksasa Ditya Pulaswa dari negeri Medangkuwung hendak meminang Dewi Sri untuk dijodohkan dengan rajanya. Raja Mahapunggung mengatakan apa yang sebenarnya terjadi, dan bila dapat menemukan anaknya ia bersedia menjodohkannya. Utusan Ditya Kalandru yang terkenal sakti merasa yakin akan menemukan Dewi Sri. Dalam perjalanan dari desa Tulyan, Dewi Sri menjumpai sesosok mayat. Ia mengira mayat itu adalah adiknya. Ia mengangis sedih hingga jatuh pingsan . ternyata mayat itu adalah Buyut Wdana, adik Buyut Bawada. Bersama Buyut Bawada, Dewi Sri menuju desa Medangawi, desa Buyut Bawada. Rombongan Ditya Kalandru telah mengepug desa itu dan membunuh Buyut Bawada. Dewi Sri dapat menyekamtkan diri bersama Ken Patani menuju desa Beji, dan lanjut ke desa Medangwatu. Disini Buyut Wengkeng yang sakti dapat mengalhkan raksasa. Terjadilah perang antara pengikut Ditya Kalandru dengan Bayut Wengkeng. Ditya Kalandru merasa tersisih sehingga menggunakan senjata yang menyebabkan Buyut Wengkeng dan pengikutnya kedinginan dan membeku. Pengikut raksasa memeanfaatkan kesempatan ini dengan mengikat musuhnya ke batang-batang pohon. Namun Buyut Wengkeng juga punya “aji bawana mantera”, sehingga rombongan raksasa itu menjadi buta. Datanglah kemudian Buyut Sondong bekas murid Buyut Wengkeng membebaskan guru dan pengikutnya.
              Rombongan Kalandru ditolong oleh burungWilmuka yang dapat menyembuhkan kebutaannya. Burung Wilmuka meyarankan agar rombongan Kalandru kembali ke Medangkumuwung menghadapi raja, dan pencarian Dewi Sri diambilalih oleh Burung Wilmuka. Dalam perjalanan menuju desa Medanggowong, Dewi Sri mencuci kaki dan tangan. Ternyata keberadaannya telah diintai oleh Burung Wilmuka. Dengan cepat ia menyambar Dewi Sri dan membawanya terbang. Dewi menangis dan minta tolong dengan memanggil ayahnya, adikny dan juga kakeknya-Batara Wisnu. Mendengar tangis dan suara minta tolomg, Garuda Winanteya terbang mencarinya. Dilihatnya seekor burung raksasa yang membawa seorang wanita. Dengan paruhnya yang kuat burung raksasa itu dipatuknya dan Dewi Sri disambarnya. Dewi Sri kemudian terlepas dari genggamnya dan terjatuh ke tanah. Badannya hancur, tetapi atas hendak Sang Hyang Narada, jasad Dewi Sri disiram Air Amerta, sehingga Dewi Sri pulih kembali seperti sediakala. Dewi Sri mengucapkan banyak terima kasih atas pertolongan Garuda Winanteya. Atas kehendak Sang Hyang Narada pula, dewi Sri dipertemukan dengan adiknya Raden Sadana. Ia pun mengucapkan terima kasih kepada Garuda Winanteya karena telah menyelamtakan kakaknya. Atas jasanya itu Dewi Sri member hadiah berupa anting-anting, sedangkan adiknya member hadiah berupa jambang. Ketika Garuda Winanteya memakai hadiah itu tampak gagah sekali. Sang Hyang Narada oun memujinya. Garuda Winanteya menundukkan kepala dan mohon pamit. Dewi Sri akhirnya menjadi lambang Dewi Pangan yang menyebarkan rejeki kepada semua umat manusia sedangkan Raden Sadana menjadi Sang Hyang Sadana yang meneybarkan kebahagiaan. Keduannya menjadi Dewa dan Dewi yang pemurah kepada umat manusia.
2.4.3 Mitologi Garuda dalam Kaba Rambun Pamenan
Di sebuah Negeri bernama Kampung Dalam (Sekarang masuk kabupaten Padang Pariaman), dahulu kala ada seorang bangsawan yang pernah memerintah disana, bergelar Datuk Tumenggung. Datuk Tumenggung memiliki istri yang sangat cantik, bernama Putri Lindung Bulan. Raja memiliki dua orang anak, yang sulung perempuan bernama Reno Pinang. Sedangkan yang bungsu, laki-laki bernama Rambun Pamenan. Suatau hari Datuk Tumenggung sakit keras dan akhirnya meninggal dunia. Saat itu rakyat sangatlah sedih, karena selama pemerintahannya, penduduk Negri Kampung Dalam sangatlah bahagia dan sejahtera.
Berita kematian Datuk Tumenggung, terdengar oleh seorang raja yang ganas dan kejam bernama Hangek Garang dari Negeri Cerminterus. Memang dia belum permah kawin karena tidak ada satupun perempuan dari negerinya mau menjadikan Hangek Garang sebagai suaminya, begitu juga sebaliknya, taka da satupun wanita di negerinya yang dapat memikat hatinya. Mendengar berita kematian Datuk Tumenggung, maka Hangek Garang berhasrat ingin mengawini Dewi Lindung Bulan. Datanglah Hangek Garang ke kediaman Putri Lindung Bulan, dan mengajak Putri Lindung Bulan ke Cerminterus. Karena takut, puri Lindung Bulan akhirnya menuruti permintaan Hangek Garang. Sebelum ke Cerminterus, Putri Lindung Bulan berpesan kepada Reno Pinang agar menjaga Kaba Rambun Pamenan, dan menyuruhnya agar suatu saat nanti melihatnya ke cermiterus.Ketika tiba di Cermiterus putri Lindung Bulan ditempatkan dalan istana yang sangat indah dan lengkap dengan pelayan. Karena tidak mau menuruti perintah Hangek Garang, Putri lindung Bulan akhirnya dikurung di penjara. Pada suatu hari ia menulis surat untuk kedua anaknya, dan surat itu dibawakan oleh seekor burung elang kepada kedua anak putri Lindung Bulan.
Ketika burung elang memberikan surat Putri Lindung Bulan kepada Rambun Pamenan, Rambun Pamenan segera bergegas pergi untuk mencari ibunya. Ketika di perjalanan, Rambun Pamenan bertemu dengan seorang kakek dan kakek tersebut memberikan tongkat yang nantinya akan dapat menolong Rambun Pamenan. Di perjalanan, Rambun Pamenan menolong seekor anak burung Garuda yang ingin dimangsa oleh seekor naga. Karena merasa berhutang budi,sebagai tanda terimakasih, induk burung garuda akhirnya mengantar Rambun Pamenan ke Cermiterus, dan memberikan dua helai bulu burung garuda kepada Rambun Pamenan, karena apabila dibakar kedua helai bulu burung garuda itu dapat memanggil kedua burung garuda tersebut. Ketika sampai di Cermiterus, terjadi peperangan antara Rambun Pamenan dengan Hangek Garang dan Hangek Garang Pun tewas. Akhirnya Rambun Pamenan berhasil membebaskan Putri Lindung Bulan dari penjara. Ketika akan kembali ke kampung dalam, Rambun Pamenan membakar kedua helai bulu Burung garuda dan kedua burung garuda pun datang menemui Rambun Pamenan dan mengantar Rambun Pamenan dan Putri Lindung Bulan ke Kampung dalam. Sampai di Kampung dalam, Pamenan dapat menyatukan anggota keluarganya dan hidup dalam kedamaian di negeri mereka.
2.4.4PERANAN GARUDA DALAM PERISTIWA LAINYA
Peranan garuda untuk membebaskan ibunya dari perbudakan dan penjajahan,kisah garuda sebagai penolong dewi sri tatkala dilarikan oleh burung raksasa yang jahat dan kisah garuda yang menerbangkan pemenan untuk membebaskan ibunya. Selain itu peranan garuda dalam berbagai peristiwa, diantaranya adalah raja Erlangga, terkenal sebagai raja yang telah menggunakan cap kerajaan yang disebut “ Garudamukha” cap ini digunakan untuk menguatkan surat–surat resmi atau tulisan pada batu. keturunan Erlangga masih tetap memakai cap Garudamukha seperti candi siwa,candi prambanan,candi Dieng,candi banon, terutama melukiskan garuda sebagai kendaraan wisnu,bahkan ketika raja Erlangga wafat dinobatkan sebagai wisnu dan dalam patung potretnya di Dieng terlihat ia sedang mengendarai garuda
Garuda sebagai burung yang dihormati dan di anggap sebagai lambang kekuatan sering dilukiskan dalam berbagai benda –benda kuno,tungku tempsa Indonesia Indonesiaat memasak dari bahan keramik yang mempunyai lukisan garuda. Tak kalah pentingnya penujangga garuh garuda dalam bidang kesusastraan.pujangga Indonesia dahulu kala banyak yang menyebut garuda dalam berbagai pantun dan perumpamaan,seperti pantun melayu. Ada kalanya disebutkan garuda sebagai burung kepunyaan dewa,bahkan syair-syair garuda dipercaya mempunyai kekuatan mistik,Di Lombok syair garuda digunakan sebagai penangkal racun,yang disebut Garudaya mantera.
Garuda Pancasila adalah lambang bangsa dan negara republik Indonesia, didalamnya tersimpan identitas bangsa Indonesia, di samping nilai-nilai historis sosio-bidaya dan filosofis,bahkan di dalam garuda pancasila tersimpan semangat juang bangsa Indonesia,yang pantang menyerah mencapai tujuan

BAB III
PENUTUP
3.1Simpulan
Lambang Garuda Pancasila mencerminkan sejarah,identitas,kepribadian, dan cita-cita bangsa Indonesia. Burung Garuda bukanlah Elang Rajawali,melainkan burung mitos bersifat kedewaan. Burung Garuda berdiri tegak dengan mulut sedikit terbuka, mengembangkan kedua sayapnya dengan kepala menengok lurus ke sebelah kanan mengandung makna semangat juang pantang menyerah.
            Tubuh yang berwarna kuning emas dimaksudkan sebagai kebesaran bangsa dan keluhuran negara. Bulu-bulu yang ada pada Garuda melukiskan sendra sangkala hari Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, yaitu bulu sayap masing-masing 17, bulu ekor 8, bulu di bawah prisai 19, dan bulu di bawah leher 45.
            Tameng yang berbentuk jantung terbagi atas lima ruang, satu di tengah-tengah dan empat di tepi. Tiap ruang mempunyai simbol yang berbeda satu dengan lainnya, baik wujud maupun warnanya. Mulai dari ruang yang di tengah-tengah kemudian ke kiri bawah dan berputar menurut arah yang berlawanan dengan jarum jam.  Makna simbol dari dari masing-masing ruang itu, antara lain:
      1    Nur atau cahaya yang berbentuk bintang persegi lima
      2    Rantai emas pada ruang kanan bawah tameng
      3    Pohon beringin di ruang kanan atas
      4    Kepala banteng di ruang kiri atas tameng
      5    Padi dan kapas pada ruang kiri bawah tameng
Saran
            kepada mahasiswa, kita sebagai generasi muda harus mengetahui makna dari lambang garuda, latar belakang dari dipakainya burung garuda sebagai lambang Negara, serta mitologi-mitologi tentang burung garuda, agar nantinya dapat kita gunakan sebagai pedoman untuk membangun bangsa Indonesia agar lebih baik dan maju.



DAFTAR PUSTAKA
Rinjin, Ketut. 2011. Pendidikan Pancasila. Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar