BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Garuda merupakan lambang Negara
Indonesia, hampir semua orang tahu itu. Namun hanya sebagian orang saja yang
mengetahui siapa penemunya dan bagaimana kisah hingga menjadi lambang
kebanggaan negara ini. Sewaktu Republik Indonesia Serikat dibentuk, dia
diangkat menjadi Menteri Negara Zonder Porto Folio dan selama jabatan menteri
negara itu ditugaskan Presiden Soekarno merencanakan, merancang dan merumuskan
gambar lambang negara. Dia adalah Sultan Hamid II yang berasal dari Pontianak.
Dia teringat ucapan Presiden Soekarno, bahwa hendaknya lambang negara
mencerminkan pandangan hidup bangsa, dasar negara Indonesia, di mana sila-sila
dari dasar negara, yaitu Pancasila divisualisasikan dalam lambang negara.
Tanggal 10 Januari 1950 dibentuk Panitia Teknis dengan nama Panitia Lencana
Negara di bawah koordinator Menteri Negara Zonder Porto Folio Sultan Hamid II
dengan susunan panitia teknis M Yamin sebagai ketua, Ki Hajar Dewantoro, M A
Pellaupessy, Moh Natsir, dan RM Ng Purbatjaraka sebagai anggota. Panitia ini
bertugas menyeleksi usulan rancangan lambang negara untuk dipilih dan diajukan
kepada pemerintah.
Merujuk keterangan Bung Hatta dalam
buku “Bung Hatta Menjawab” untuk melaksanakan Keputusan Sidang Kabinet tersebut
Menteri Priyono melaksanakan sayembara. Terpilih dua rancangan lambang negara
terbaik, yaitu karya Sultan Hamid II dan karya M Yamin.Pada proses selanjutnya
yang diterima pemerintah dan DPR RIS adalah rancangan Sultan Hamid II. Karya M
Yamin ditolak karena menyertakan sinar-sinar matahari dan menampakkan pengaruh
Jepang.Setelah rancangan terpilih, dialog intensif antara perancang (Sultan
Hamid II), Presiden RIS Soekarno dan Perdana Menteri Mohammad Hatta, terus
dilakukan untuk keperluan penyempurnaan rancangan itu. Terjadi kesepakatan
mereka bertiga, mengganti pita yang dicengkeram Garuda, yang semula adalah pita
merah putih menjadi pita putih dengan menambahkan semboyan “Bhineka Tunggal
Ika”.Tanggal 8 Februari 1950, rancangan final lambang negara yang dibuat Menteri
Negara RIS, Sultan Hamid II diajukan kepada Presiden Soekarno. Rancangan final
lambang negara tersebut mendapat masukan dari Partai Masyumi untuk
dipertimbangkan, karena adanya keberatan terhadap gambar burung garuda dengan
tangan dan bahu manusia yang memegang perisai dan dianggap bersifat mitologis
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan
masalah sebagai berikut.
1). Bagaimana Latar
Belakang Historis Pancasila?
2). Apa arti dan Makna
Garuda Pancasila?
3). Bagaimana Mitologi
tentang Garuda
1.3 Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan
penulisan makalah ini adalah
sebagai berikut.
1). Untuk mengetahui latar belakang historis
pancasila.
2). Untuk mengetahui arti dan makna garuda
pancasila.
3). Untuk mengetahui mitologi tentang
pancasila.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Latar Belakang Historis
Pada waktu UUD 1945 disahkan oleh PPKI tanggal 18 Agustus 1945, belum
diputuskan dan dicantumkan ketentuan mengenai lambang negara dan lagu
kebangsaan. Yang sudah ditetapkan baru Bendera Negara, yaitu Sang Merah Putih
(Pasal 35) dan Bahasa Negara adalah Bahasa Indonesia (Pasal 36). Sebenarnya
sudah ada lagu “Indonesia” karangan Wage Rudolf Supratman, yang sudah sering
dinyanyikan oleh pandu Indonesia di Jakarta sebelum Kongres Pemuda Indonesia
Kedua. Secara resmi lagu itu kemudian dinyanyikan sendiri oleh penciptanya,
Wage Rudolf Supratman, pada penutupan Kongres Pemuda Indonesia Kedua, 28
Oktober 1928 (Sularto, 1982:20). Dari pergaulannya dengan para pemimpin pergerakan
kebangsaan, maka judul lagunya diubah menjadi “Indonesia Raya”. Suatu
pergerakan kebangsaan yang dipelopori oleh Partai Nasional Indonesia, di bawah
pimpinan Bung Karno, dkk. mengakui bahwa “Indonesia Raya” adalah “Lagu
Kebangsaan Indonesia”. Oleh karena itu, ia menerbitkan naskah lagu “Indonesia
Raya” dengan predikat “Lagu Kebangsaan Indonesia”(Sularto, 1982:28). Sementara
itu, untuk lambang negara memang belum ada. Tiap negara mempunyai lambang,
bendera, lagu kebangsaan, dan bahasa nasoinal, yang menjadi identitas bangsa
dsn negaranya.
Sesuai dengan Konstitusi RIS 27 Desember 1949, maka pemerintah
mempunyai kewajiban untuk menetapkan lambang negara. Awal tahun 1950,
pemerintah membentuk Panitia Lencana Negara, yang diketuai oleh Muhammad Yamin
II sebagai salah seorang anggotanya (Sutja, 1986:4). Panitia Lencana Negara
mengadakan sayembara lambang negara. Dengan adanya perubahan bentuk negara dari
negara federal menjadi negara kesatuan, maka Konstitusi RIS 1949 diubah menjadi
UUDS 1950. Pasal 3 UUDS 1950, menyebutkan lambang negara ditetapkan oleh
pemerintah. Realisasi ketentuan ini dilakukan dengan menerbitkan PP No. 66/1951
tanggal 17 Oktober 1951, menetapkan Lambang Negara adalah Garuda Pancasila, dan
mulai berlaku sejak 17 Agustus 1950. Untuk menerbitkan penggunaan dan
pemasangan lambang negara tersebut, dikeluarkan PP No. 43/1958 tanggal 10 Juli
1958.
Pada 9 Juli 2009 telah ditandatangani UU No. 24/2009 tentang Bendera,
Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan. Pasal 1 menyatakan bahwa
Bendera NKRI, yang selanjutnya disebut Bendera Negara adalah Sang Merah Putih;
Bahasa NKRI, yang selanjutnya disebut Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi
nasional yang digunakan di seluruh wilayah NKRI; Lambang NKRI, yang selanjutnya
disebut Lambang Negara adalah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhineka Tunggal
Ika; Lagu Kebangsaan NKRI, yang selanjutnya disebut Lagu Kebangsaan adalah
Indonesia Raya. Keempat simbol itu merupakan jati diri dan identitas NKRI dan
menjadi cerminan kedaulatan negara dalam tata pergaulan dengan negara-negara
lain.
2.2
Arti dan Makna Garuda Pancasila
Lambang
Garuda Pancasila memunyai komponen sebagai berikut.
a. Seekor
burung Garuda yang berdiri tegak dengan mulut sedikit terbuka, mengembangkan
kedua sayapnya dengan kepala menengok lurus ke sebelah kanan.
b. Pada
dada garuda ada perisai atau tameng yang berbentuk jantung. Tameng ini terbagi
atas 5 ruang, satu di tengah dan empat di tepi.
c. Sebuah
pita putih yang sedikit melengkung ke atas bertuliskan Semboyan “Bhineka
Tunggal Ika” di cengkram kaki Garuda
2.2.1
Makna Pada Wujud Burung
1) Garuda
yang digantungi perisai dengan memakai paruh, sayap, ekor dan cakar
melambangkan tenaga pembangunan seperti dikenal dalam peradaban Indonesia.
Perisai atau tameng yang dikenal dalam kebudayaan Indonesia sebagai senjata
dalam perjuangan mencapai tujuan dengan melindungi diri. Garis hitam
ditengah-tengah melukiskan katulistiwa, yang melewati Sumatra, Kalimantan,
Sulawesi dan Irian. Semboyaan Bhineka Tunggal Ika menggambarkan persatuan dan
kesatuan nusa dan bangsa Indonesia.
2) Tubuh
Garuda yang berwarna kuning emas dimaksudkan sebagai kebesaran bangsa dan keluhuran Negara.
3) Bulu-bulu
yang ada pada Garuda melukiskan sendera sengkala hari Proklamasi Kemerdekaan
Indonesia.
(1) Bulu
sayap berjumlah 17 helai
(2) Bulu
ekor berjumlah 8.
(3) Jumlah
bulu dibawah perisai adalah 19
(4) Jumlah
bulu kecil di bawah leher adalah 45.
2.2.2 Makna Tameng yang Berbentuk
Jantung
Tameng
yang berbentuk jantung terbagi atas lima ruang, satu di tengah-tengah dan empat
ditepi. Tiap ruang mempunyai symbol yang berbeda satu dengan yang lainnya, baik
wujud maupun warnanya. Simbol-simbol dalam ruang itu secara keseluruhan
merupakan lembang dari sila-sila Pancasila, mulai dari ruang yang
ditengah-tengah kemudian ke kiri bawah dan berputar menurut arah yang
berlawanan dengan jarum jam. Adapun makna symbol dari masing-masing ruang itu
adalah sebagai berikut.
1) Nur
atau cahaya yang berbentuk bintang persegi lima, dilukiskan dengan warna kuning
diatas warna dasar hitam, dan
melambangkan sila Ketuhanan Yang Maha Esa merupakan dasar kerohanian Negara,
yang mengandung nilai bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang percaya dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Simbol bintang adalah symbol kesucian dan
kesakralan, dan mengandung cahaya bintang menerangi alam semesta, termasuk
menerangi hidup manusia di dunia ini agar manusia tidak tersesat menjalani
hidupnya. Kitab suci diturunkan oleh Tuhan Yang Maha Esa melalui para nabi
adalah ibarat rambu-rambu kehidupan manusia di dunia fana ini, agar manusia
menjalani hidupnya sesuai dengan perintah-Nya dan menuju kepada-Nya.
2) Rantai
mas pada kiri bawah tameng dilukiskan dengan warna kuning diatas warna dasar
merah, terletak dalam posisi membujur dalam keadaan bulat panjang. Rantai emas
ini melambangkan sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Rantai ini terdiri
atas 17 buah, yaitu 9 buah bundar dan 8 buah persegi, yang tersusun
selang-seling dan bersambung tak putus-putusnya. Yang bundar sebagai symbol
laki-laki, sedangkan yang persegi adalah simbol perempuan . hal ini
melambangkan tiada putus-putusnya hubungan antara laki-laki dengan perempuan,
sehingga terjadi manusia serta tiada putus-putusnya hubungan kemanusiaan
sebagai wujud hakikat manusia sebagai homo socius, dan tiada putus-putusnya
hubungan antara bangsa yang betrsatu dengan bangsa lain di dunia (Alam,
2001:192-193 dalam Kumpulan Pidato Bung Karno).
3) Pohon
beringin di ruang kiri atas dilukiskan dengan warna hijau di atas warna dasar
putih, yang melambangkan sila Persatuan Indonesia.
Pohon beringin sebagai pohon yang besar dan rindang sudah biasa digunakan oleh
masyarakat sebagai tempat pertemuan, berteduh, dan berlindung. Pada pohon
beringin terdapat keseimbangan antara akar, batang, dahan, dan daunnya yang
saling mendukung dan menjalankan fungsinya masing-masing, seperti halnya
membina persatuan diatas kebinekaan bangsa Indonesia.
4) Kepala
banteng di ruang kanan atas tameng dilukiskan dengan warna hitam di atas warna
dasar merah merupakan lambing sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmah
Kebijaksanaan dalam Permusyawaran/ Perwakilan. Bagi masyarakat agraris, banteng
merupakan hewan yang sangat berguna sebagai alat produksi, penghasil rabuk dan
juga sebagai tabungan. Bahkan dalam masyarakat tertentu kepala banteng atau
kerbau sering dipergunakakan sebagai simbol kebesaran. Simbol ini dipergun akan
pula sebagai simbol perjuangan sebelum Indonesia merdeka. Dengan demikian
rakyat Indonesia memang sudah akrab dengan banteng.
5) Padi
dan kapas pada ruang kanan bawah tameng dilukiskan dengan warna kuning di atas
warna dasar hitam merupakan lambang kecukupan makanan (pangan) dan kapas
merupakan lambang kecukupan pakaian (sandang). Kecukupan pangan dan sandang
sekadar mencerminkan kebutuhan fisik yang paling minim, karena kebutuhan hidup
manusia tentu jauh lebih banyak dan beraneka ragam.
2.2.3
Semboyan Bhineka Tunggal Ika
Semboyan
bhineka tunggal
ika dikemukakan oleh pujangga Mpu Tantular dalam bukunya Sutasoma untuk
menunjukkan kerukunan kehidupan beragama pada waktu pemerintahan Hayam Wuruk di
Kerajaan Majapahit pada pertengahan abad ke-14. Ungkapan aslinya berbunyi:Siwatattwa lawan Buddhatattwa tunggal,
bhineka tunggal ika, tan hana dharma mangrwa. Agama Hindu dan Budha itu
sau, berbeda tetapi satu jua, tidak ada ajaran agama yang mendua. Oleh karena
semboyan itu telah diangkat menjadi lambang
Negara, maka kebinekaan bukanlah sebatas agama, tetapi meliputi juga ras, suku,
bahasa, adat istiadat dan seni budaya. Perbedaan adalah warna kehidupan yang
alami, dan tidak perlu dilenyapkan, tetapi dikelola agar tetap berada dalam
persatuan seperti indahnya warna-warni pelangi di angkasa.
2.3
Penggunaan Lambang Negara
Lambang Negara wajib
digunakan di gedung, kantor, atau ruang kelas satuan pendidikan; luar gedung
atau kantor; lembaran Negara; tambahan lembaran Negara, berita Negara; paspor,
ijazah dan dokumen resmi yang diterbitkan pemerintah; uang logam, dan uang
kertas atau materai (pasal 51). Di samping itu Lambang Negara juga dapay
digunakan sebagai cap atau kop surat jabatan;sebagai cap
dinas untuk kantor;pada kertas bermaterai; dan lain sebagainya.
2.4
Mitologi tentang Garuda
Garuda telah menghiasi
ceritera-ceritera rakyat di berbagai daerah, juga dipergunakan dalam berbagai
karya sastra. Para seniman menjadikannya motif pada ukirannya, dijadikan
sampiran pantun oleh para pujangga, atau dipahatkan pada patung dan candi-candi
oleh pemahat. Bukan pernah dijadikan lambang
kerajaan beberapa abad yang silam. Dalam PP No.44/1958 tentang Panji dan
Lambang Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara secara tegas
dinyatakan bahwa Garuda adalah burung mythos yang bersifat kedewaan. Sementara
burung Elang Rajawali adalah burung alamiah yang dianggap perkasa dan merajai
makhluk bersayap. Banyak Negara yang telah mengangkat Elang Rajawali sebagai
symbol resmi kenegaraannya, seperti Amerika Serikat, Spanyol, mexico, dan
sebagainya, masing-masing dengan latar belakang historis dan makna yang berbeda
satu sama lain. Lambang Amerika Serikat
juga burung Rajawali yang gundul dan kepak meregang. Cakar kaki kanan memegang cabang pohon saitun
dan cakar kaki kiri memegang panah yang melambangkan komitmen bangsa untuk
perdamaian dan kesediaan untuk berperang kalau perlu. Semboyannya adalah E Pluribus Unum, means From Many, One- is
reminder that the nation is a union of many states and of many peoples from
many other nations. Semboyan ini dipegang oleh mulut burung rajawali. Jadi
hampir sama dengan lambang
Indonesia; tetapi yang jelas sekalipun Indonesia merdeka sekitar 150 tahun
setelah kemerdekaan Amerika Serikat, Indonesia tidak meniru lambang Amerika Serikat. Cerita tentang
Garuda sudah ada dalam Mahabharata.
2.4.1
Mitologi Garuda dalam Mahabharata
Dalam mitologi di berbagai daerah Indonesia,
yang usianya sudah beberapa abad yang lalu, baik yang diturunkan secara
tertulis maupun lisan, Garuda sering diangkat sebagai figur yang sangat
disayangi dan dikagumi keperkasaannya. Garuda sudah termuat dalam kitab tua
Mahabharata, yang ditulis ulang pada masa pemerintahan Dharmawangsa dari
kerajaan Mataram. Kisah Garuda terdapat pada kitab pertama yang bernama
Adiparwa.
Seorang raja sakti,
Bagawan Kasyapa, seorang istrinya bernama Kadru minta 1000 anak, dan seorang
lagi bernama Winata minta dua orang anak. Kadru diberi telur 1000 dan Winata
dua. Setelah beberapa lama telur yang disimpan oleh Kadru dalam guci itu
menetas satu per satu, dan lahir berupa naga, seperti Naga Basuki. Lain halnya
dengan Winata, telurnya tidak menetas. Ia menjadi was-was, lalu diambilnya satu
telur dan dipukulnya dengan tongkat hingga pecah. Di dalamnya ternyata ada
seorang anak. Anak itu diberi nama Aruna, tetapi mati tak lama setelah telurnya
dipecahkan oleh ibunya. Anak itu mengutuk ibunya, bahwa ibunya akan menjadi
budak Kadru dan baru akan dibebaskan oleh adiknya yang bernama Garuda.
Pada suatu hari
Kardu dan Winata betaruh tentang warna ekor dari seekor kuda putih, ternyata
warna ekor kuda itu memang putih seperti yang dikatakan oleh Winata, sedangkan
Kadru mengatakan bahwa ekor kuda tersebut hitam. Kadru menyuruh anaknya
menyembur ekor kuda itu menjadi hitam. Akhirnya winata kalah dan menjadi budak
Kadru. Sementara itu Garuda lahir. Sinar matanya terang, tubuhnya perkasa,
sayapnya lebar, paruhnya tajam dan cakarnya kokoh. Karena tidak menemui ibunya,
ia terbang ke angkasa mencari ibunya. Atas petunjuk Dewa, ia sampai ke tempat ibunya.
Tetapi naga-naga yang menjaga ibunya meminta syarat yang berat, yaitu tebusan
untuk membebaskan ibunya adalah Air Amerta. Air Amerta ini disimpan di sebuah
pulau-Sangkha Dwipa. Ibunya berpesan: “Pergilah engkau ke sebuah pulau di tanah
Kusa, tempat orang-orang jahat, makalah mereka sebagai bekalmu”. Garuda pun
terbang menuju tanah Kusa. Dengan kedua sayapnya, Garuda menepuk air laut. Kaum
Nasadha merasakan bagai gelombang besar, sehingga mereka mencari tempat
persembunyian. Sementara itu Garuda membuka mulutnya, masuklah kaum Nasadha ke
dalam mulut Garuda.
Kemudian
Garuda menemui ayahnya-Bhagawan Kasyapa. Ayahnya memerintahkan agar sebelum
menuju pulau Sangkha, Garuda menghukum dua orang raja yang saling bermusuhan,
yaitu raja Wibhawasu mengutuk raja Supratika menjadi gaajh, dan sebaliknya raja
Supratika mengutuk lawannya menjadi kura-kura raksasa. Segera Garuda mencari
dua binatang itu dan menerkamnya. Garuda masih menghadapi kesulitan untuk dapat
mengambil Air Amerta karena dijaga ketat. Namun dengan ketangkasannya, akhirnya
Garuda berhasil mengambil kendi kamandalu yang berisi Air Amerta. Dengan Air
Amerta ini Garuda dapat membebaskan ibunya dan langsung dibawa terbang. Kendi
yang berisi Air Amerta itu deserahkan oleh Garuda kepada para naga sebagai tebusan
untuk ibunya. Para naga pun membebaskan Winata dan langsung dibawa terbang oleh Garuda. Sebelum terbang Garuda berpesan
kepada para naga agar merekan mandi sebelum minum Air Amerta. Mereka pun
cepat-cepat masuk kedalam air, sehingga mereka lupa menjaga kendi. Setelah
kembali ternyata kendi itu sudah tidak ada lagi.
Dalam perjalanan pulang, Garuda
menuju tempat ibunya, ia bersama Batara Wisnu. Tak diduga Batara Wisnu meminta
kepada Garuda untuk menjadi kendaraannya dan menjadi lambang pada benderanya.
Garuda pun tidak menolaknya. Sejak saat
itu resmilah Garuda menjadi kendaraan Batara Wisnu dan menjadi lambang pada
benderanya.
2.4.2
Mitologi Garuda dalam Ceritera Dewi Sri
Disebuah negeri, purwacarita, memerintah seorang raja bernama Prabu
Sri Mahapunggung. Raja mempunyai dua orang anak, yang sulung bernama Dewi Sri,
sedang yang bungsu bernama Raden Sadana. Mereka adalah cucu Batara Wisnu,
karena Batara Wisnu adalah ayah dari raja Mahapunggung. Batara Wisnu memelihara
seekor Garuda, yang dinamakan Garuda Winanteya. Setelah kedua anaknya menginjak
dewasa, raja ingin mengawinkan Raden Saden dengn Dewi Panitra. Sayang putranya
menolak dengan alasan belum siap, dan menginginkan kakaknya Dewi Sri lebih
dahulu. Raden Sadana diam-diam lari dari istana tanpa sepengetahuan siapa pun.
Kejadian itu sungguh mengejutkan keluarga istana dan masyarakat Purwacarita.
Dewi Sri pun memutuskan untuk menyusul adiknya. Raja segera mengerahkan rakyat
untuk mencari kedua anaknya.
Tatkala
kegaduhan belum mereda, dating utusan Raja Raksasa Ditya Pulaswa dari negeri
Medangkuwung hendak meminang Dewi Sri untuk dijodohkan dengan rajanya. Raja
Mahapunggung mengatakan apa yang sebenarnya terjadi, dan bila dapat menemukan
anaknya ia bersedia menjodohkannya. Utusan Ditya Kalandru yang terkenal sakti
merasa yakin akan menemukan Dewi Sri. Dalam perjalanan dari desa Tulyan, Dewi
Sri menjumpai sesosok mayat. Ia mengira mayat itu adalah adiknya. Ia mengangis
sedih hingga jatuh pingsan . ternyata mayat itu adalah Buyut Wdana, adik Buyut Bawada.
Bersama Buyut Bawada, Dewi Sri menuju desa Medangawi, desa Buyut Bawada.
Rombongan Ditya Kalandru telah mengepug desa itu dan membunuh Buyut Bawada.
Dewi Sri dapat menyekamtkan diri bersama Ken Patani menuju desa Beji, dan
lanjut ke desa Medangwatu. Disini Buyut Wengkeng yang sakti dapat mengalhkan
raksasa. Terjadilah perang antara pengikut Ditya Kalandru dengan Bayut
Wengkeng. Ditya Kalandru merasa tersisih sehingga menggunakan senjata yang
menyebabkan Buyut Wengkeng dan pengikutnya kedinginan dan membeku. Pengikut
raksasa memeanfaatkan kesempatan ini dengan mengikat musuhnya ke batang-batang
pohon. Namun Buyut Wengkeng juga punya “aji bawana mantera”, sehingga rombongan
raksasa itu menjadi buta. Datanglah kemudian Buyut Sondong bekas murid Buyut Wengkeng
membebaskan guru dan pengikutnya.
Rombongan Kalandru
ditolong oleh burungWilmuka yang dapat menyembuhkan kebutaannya. Burung Wilmuka
meyarankan agar rombongan Kalandru kembali ke Medangkumuwung menghadapi raja,
dan pencarian Dewi Sri diambilalih oleh Burung Wilmuka. Dalam perjalanan menuju
desa Medanggowong, Dewi Sri mencuci kaki dan tangan. Ternyata keberadaannya
telah diintai oleh Burung Wilmuka. Dengan cepat ia menyambar Dewi Sri dan
membawanya terbang. Dewi menangis dan minta tolong dengan memanggil ayahnya,
adikny dan juga kakeknya-Batara Wisnu. Mendengar tangis dan suara minta tolomg,
Garuda Winanteya terbang mencarinya. Dilihatnya seekor burung raksasa yang
membawa seorang wanita. Dengan paruhnya yang kuat burung raksasa itu dipatuknya
dan Dewi Sri disambarnya. Dewi Sri kemudian terlepas dari genggamnya dan
terjatuh ke tanah. Badannya hancur, tetapi atas hendak Sang Hyang Narada, jasad
Dewi Sri disiram Air Amerta, sehingga Dewi Sri pulih kembali seperti sediakala.
Dewi Sri mengucapkan banyak terima kasih atas pertolongan Garuda Winanteya.
Atas kehendak Sang Hyang Narada pula, dewi Sri dipertemukan dengan adiknya
Raden Sadana. Ia pun mengucapkan terima kasih kepada Garuda Winanteya karena
telah menyelamtakan kakaknya. Atas jasanya itu Dewi Sri member hadiah berupa
anting-anting, sedangkan adiknya member hadiah berupa jambang. Ketika Garuda
Winanteya memakai hadiah itu tampak gagah sekali. Sang Hyang Narada oun
memujinya. Garuda Winanteya menundukkan kepala dan mohon pamit. Dewi Sri
akhirnya menjadi lambang Dewi Pangan yang menyebarkan rejeki kepada semua umat
manusia sedangkan Raden Sadana menjadi Sang Hyang Sadana yang meneybarkan
kebahagiaan. Keduannya menjadi Dewa dan Dewi yang pemurah kepada umat manusia.
2.4.3
Mitologi Garuda dalam Kaba Rambun Pamenan
Di sebuah Negeri bernama Kampung Dalam (Sekarang masuk kabupaten
Padang Pariaman), dahulu kala ada seorang bangsawan yang pernah memerintah
disana, bergelar Datuk Tumenggung. Datuk Tumenggung memiliki istri yang sangat
cantik, bernama Putri Lindung Bulan. Raja memiliki dua orang anak, yang sulung
perempuan bernama Reno Pinang. Sedangkan yang bungsu, laki-laki bernama Rambun
Pamenan. Suatau hari Datuk Tumenggung sakit keras dan akhirnya meninggal dunia.
Saat itu rakyat sangatlah sedih, karena selama pemerintahannya, penduduk Negri
Kampung Dalam sangatlah bahagia dan sejahtera.
Berita kematian Datuk Tumenggung, terdengar oleh seorang raja yang
ganas dan kejam bernama Hangek Garang dari Negeri Cerminterus. Memang dia belum
permah kawin karena tidak ada satupun perempuan dari negerinya mau menjadikan
Hangek Garang sebagai suaminya, begitu juga sebaliknya, taka da satupun wanita
di negerinya yang dapat memikat hatinya. Mendengar berita kematian Datuk
Tumenggung, maka Hangek Garang berhasrat ingin mengawini Dewi Lindung Bulan.
Datanglah Hangek Garang ke kediaman Putri Lindung Bulan, dan mengajak Putri
Lindung Bulan ke Cerminterus. Karena takut, puri Lindung Bulan akhirnya
menuruti permintaan Hangek Garang. Sebelum ke Cerminterus, Putri Lindung Bulan
berpesan kepada Reno Pinang agar menjaga Kaba Rambun Pamenan, dan menyuruhnya
agar suatu saat nanti melihatnya ke cermiterus.Ketika tiba di Cermiterus putri
Lindung Bulan ditempatkan dalan istana yang sangat indah dan lengkap dengan
pelayan. Karena tidak mau menuruti perintah Hangek Garang, Putri lindung Bulan
akhirnya dikurung di penjara. Pada suatu hari ia menulis surat untuk kedua
anaknya, dan surat itu dibawakan oleh seekor burung elang kepada kedua anak
putri Lindung Bulan.
Ketika burung elang memberikan surat Putri Lindung Bulan kepada Rambun
Pamenan, Rambun Pamenan segera bergegas pergi untuk mencari ibunya. Ketika di
perjalanan, Rambun Pamenan bertemu dengan seorang kakek dan kakek tersebut
memberikan tongkat yang nantinya akan dapat menolong Rambun Pamenan. Di
perjalanan, Rambun Pamenan menolong seekor anak burung Garuda yang ingin
dimangsa oleh seekor naga. Karena merasa berhutang budi,sebagai tanda
terimakasih, induk burung garuda akhirnya mengantar Rambun Pamenan ke
Cermiterus, dan memberikan dua helai bulu burung garuda kepada Rambun Pamenan,
karena apabila dibakar kedua helai bulu burung garuda itu dapat memanggil kedua
burung garuda tersebut. Ketika sampai di Cermiterus, terjadi peperangan antara
Rambun Pamenan dengan Hangek Garang dan Hangek Garang Pun tewas. Akhirnya
Rambun Pamenan berhasil membebaskan Putri Lindung Bulan dari penjara. Ketika
akan kembali ke kampung dalam, Rambun Pamenan membakar kedua helai bulu Burung
garuda dan kedua burung garuda pun datang menemui Rambun Pamenan dan mengantar
Rambun Pamenan dan Putri Lindung Bulan ke Kampung dalam. Sampai di Kampung
dalam, Pamenan dapat menyatukan anggota keluarganya dan hidup dalam kedamaian
di negeri mereka.
2.4.4PERANAN
GARUDA DALAM PERISTIWA LAINYA
Peranan
garuda untuk membebaskan ibunya dari perbudakan dan penjajahan,kisah garuda
sebagai penolong dewi sri tatkala dilarikan oleh burung raksasa yang jahat dan
kisah garuda yang menerbangkan pemenan untuk membebaskan ibunya. Selain itu
peranan garuda dalam berbagai peristiwa, diantaranya adalah raja Erlangga,
terkenal sebagai raja yang telah menggunakan cap kerajaan yang disebut “
Garudamukha” cap ini digunakan untuk menguatkan surat–surat resmi atau tulisan
pada batu. keturunan Erlangga masih tetap memakai cap Garudamukha seperti candi
siwa,candi prambanan,candi Dieng,candi banon, terutama melukiskan garuda
sebagai kendaraan wisnu,bahkan ketika raja Erlangga wafat dinobatkan sebagai
wisnu dan dalam patung potretnya di Dieng terlihat ia sedang mengendarai garuda
Garuda
sebagai burung yang dihormati dan di anggap sebagai lambang kekuatan sering
dilukiskan dalam berbagai benda –benda kuno,tungku tempsa Indonesia Indonesiaat
memasak dari bahan keramik yang mempunyai lukisan garuda. Tak kalah pentingnya
penujangga garuh garuda dalam bidang kesusastraan.pujangga Indonesia dahulu
kala banyak yang menyebut garuda dalam berbagai pantun dan perumpamaan,seperti
pantun melayu. Ada
kalanya disebutkan garuda sebagai burung kepunyaan dewa,bahkan syair-syair
garuda dipercaya mempunyai kekuatan mistik,Di Lombok syair garuda digunakan
sebagai penangkal racun,yang disebut Garudaya mantera.
Garuda
Pancasila adalah lambang bangsa dan negara
republik Indonesia, didalamnya
tersimpan identitas bangsa Indonesia, di samping nilai-nilai historis
sosio-bidaya dan filosofis,bahkan di dalam garuda pancasila tersimpan semangat
juang bangsa Indonesia,yang pantang menyerah mencapai tujuan
BAB
III
PENUTUP
3.1Simpulan
Lambang Garuda
Pancasila mencerminkan sejarah,identitas,kepribadian, dan cita-cita bangsa
Indonesia. Burung Garuda bukanlah Elang Rajawali,melainkan burung mitos
bersifat kedewaan. Burung Garuda berdiri tegak dengan mulut sedikit terbuka,
mengembangkan kedua sayapnya dengan kepala menengok lurus ke sebelah kanan
mengandung makna semangat juang pantang menyerah.
Tubuh
yang berwarna kuning emas dimaksudkan sebagai kebesaran bangsa dan keluhuran
negara. Bulu-bulu yang ada pada Garuda melukiskan sendra sangkala hari
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, yaitu bulu sayap masing-masing 17, bulu ekor
8, bulu di bawah prisai 19, dan bulu di bawah leher 45.
Tameng
yang berbentuk jantung terbagi atas lima ruang, satu di tengah-tengah dan empat
di tepi. Tiap ruang mempunyai simbol yang berbeda satu dengan lainnya, baik
wujud maupun warnanya. Mulai dari ruang yang di tengah-tengah kemudian ke kiri
bawah dan berputar menurut arah yang berlawanan dengan jarum jam. Makna simbol dari dari masing-masing ruang
itu, antara lain:
1 Nur atau cahaya yang berbentuk
bintang persegi lima
2 Rantai emas pada ruang kanan
bawah tameng
3 Pohon beringin di ruang kanan
atas
4 Kepala banteng di ruang kiri
atas tameng
5 Padi dan kapas pada ruang kiri
bawah tameng
Saran
kepada
mahasiswa, kita sebagai generasi muda harus mengetahui makna dari lambang
garuda, latar belakang dari dipakainya burung garuda sebagai lambang Negara,
serta mitologi-mitologi tentang burung garuda, agar nantinya dapat kita gunakan
sebagai pedoman untuk membangun bangsa Indonesia agar lebih baik dan maju.
DAFTAR
PUSTAKA
Rinjin, Ketut. 2011. Pendidikan Pancasila. Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar