BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masalah
mendidik adalah masalah setiap orang, karena setiap orang sejak dahulu hingga
sekarang, berusaha mendidik anak-anaknya dan anak-anak lain yang diserahkan
kepadanya untuk dididik. Demikian pula masalah “ belajar “ (dan “mengajar“),
yang dapat dikatakan sebgai tindak pelaksanaan usaha pendidikan, adalah masalah
setiap orang. Tiap orang boleh dikatakan selalu belajar dan juga dalam arti
tertentu mengajar misalnya guru mengajar murid-muridnya, pelatih (coach)
mengajar para olahragawan, ibu rumah tangga mengajar pembantu rumah tangga,
dokter mengajar pasien-pasiennya tentang cara-cara penjagaan kesehatannya,
kepala kantor mengajar pegawai-pegawainya.
Kenyataan
bahwa “belajar” dan “mengajar“ adalah masalah setiap orang, maka perlu dan
penting menjelaskan dan merumuskan masalah belajar itu terutama bagi kita kaum
pendidik professional supaya kita dapat menempuhnya dengan lebih efisien,
seefktif mungkin. Karena masalah belajar adalah masalahnya setiap orang maka
jelaslah kiranya bahwa dalam lapangan ini terdapat bermacam-macam sekali cara
pendekatan. Ahli fisiologi, ahli biofisika, ahli pendidikan, pelatih olah
ragawan, pelatih hewan, ahli psikologi, dan lain-lainya lagi mempunyai cara
pendekatan sendiri. Karena itu maka dalam teori belajar banyak terjadi
perbedaan – perbedaan pendapat.
Walaupun
masalah belajar itu bukan monopolinya ahli psikologi, namun primer hal tersebut
adalah masalahnya ahli-ahli psikologi. Hal yang demikian itu terjadi karena dua
hal, yang pertama adalah karena alasan historis. Para cendekiawan yang
pertama-tama mempersoalkan masalah ini secara mendalam adalah ahli-ahli
psikologi, seperti misalnya : Herbart, Thorndike, Ebbinghaus, Bryan &
Harter, dan sebagainya. Dan selanjutnya orang-orang lain yang kemudian membahas
masalah ini juga terutama para ahli psikologi.
Para
pendidik professional mempergunakan psikologi pendidikan sebagai ilmu
pengetahuan dasar, dan umumnya juga mengusahakannya dan seharusnya memang
demikian dengan cukup intensif.
Disamping
alas an historis itu terdapat alasan lain, mungkin dapat kita sebut alasan
liteler.
Konsepsi
mengenai belajar banyak sekali merupakan yang sentral dalam banyak teori-teori
psikologi. Memang, bagi seorang ahli psikologi teori belajar itu merupakan hal
yang hakiki, karena bermacam-macam tingkah laku manusia itu , yang oleh si ahli
psikologi hendak dipahami, adalah hasil belajar. Nah, apabila bermacam-macam
tingkah laku manusia itu akan dipahami dalam rangka prinsip-prinsip yang agak
terbatas maka jelaslah kiranya bahwa sementara prisip-prinsip itu harus
membahas soal bagaimana caranya (jalannya
proses) belajar itu.
Banyak
ahli psikologi yang secara eksplisit manyatakan, bahwa masalah belajar itu
merupakan hal yang sentral dalam pembahasan atau teorinya. Di bawah ini
dikemukakan beberapa contoh :
1. Di
dalam definisinya mengenai tingkah laku sebagai hal yang terlebih-lebih
bersifat keseluruhan (molar) dan
bukkan bagian-bagian (molecular),
Tolman (1932: 14-16), mengemukakan hal dapatnya belajar itu (docility) sebagai sifat utama daripada
tingkah laku yang demikian itu.
2. Guthrie
menganggap bahwa belajar itu adalah memang sifatnya jiwa manusia. Ia menyatakan
bahwa :
The
ability to learn, that is, to respond differently to a situasion because of
past response to the situasion, is what disthinguishes those living creatures
which common sense endows with mind. This is practical descriptive use of the
term “mind” (Guthrie, 1948: 7).
3. Hull
(1943) menyatakan bahwa orang hampir tidak dapat mebedakan antara theory of behavior dan theory of learning, karena begitu
pentingnya soal belajar.
Dari uraian tersebut
dapat disimpulkan bahwa sebagian besar teori-teori psikologis menjadikan
masalah belajar itu sebagai hal yang sentral, walaupun kadang-kadang tidak
dinyatakan secara eksplisit.
Kenyataan bahwa alasan
untuk mempelajari hal belajar itu berbeda-beda, dan hal ini berakibat
berbeda-bedanya pula perumusan mengenai hal belajar itu, sehingga kadang-kadang
kita saksikan “seolah-olah” adanya pertentangan antara teori yang satu dan
teori lainnya, walaupun kalau kita teliti benar-benar pertentangan itu
kerapkali hanyalah pertentangan “semu” saja. Karena kenyataan yang demikian itu
haruslah ditempatkan konsepsi-konsepsi yang bermacam-macam dalam keseluruhan sistem
yang lebih luas.
1.2 Latar Belakang Masalah
Berdasarkan
latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut.
1)
Bagaimana hakikat belajar?
2)
Bagaimana proses belajar itu terjadi?
3)
Apa saja factor-faktor yang mempengaruhi proses
belajar?
4)
Apa saja teori-teori belajar?
5)
Apa hakikat pengalihan belajar?
1.3 Tujuan Penulisan
Berdasarkan
rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai
berikut.
1)
Untuk memahami hakikat belajar.
2)
Untuk memahami dan mengerti proses belajar itu
terjadi.
3)
Untuk memahami factor-faktor yang mempengaruhi
proses belajar.
4)
Untuk mengetahui teori-teori belajar.
5)
Untuk memahami hakikat pengalihan belajar.
1.4 Manfaat Penulisan
1)
Bagi Mahasiswa
Dapat memahami akan arti
belajar dan kematangan dalam belajar.
2)
Bagi Orang tua
Dapat
membantu mengatur dan mengamati proses dalam belajar anak, agar, proses
kematangan dalam belajar dapat dilakukan dengan baik.
3)
Bagi pengajar
Dapat
mremahami arti belajar, proses belajar, dan dapat mensituasikan belajar dan
dapat merencanakan kegiatan pengajaran tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Hakikat Belajar
2.1.1 Kematangan dan Belajar
Peristiwa membelajarkan
berhadapan dengan dua aspek
dari anak didik, yaitu aspek
kematangan (maturation), dan aspek belajar
(learning). Kematangan anak
didik adalah hasil
proses perkembangan dari
sifat-sifat perorangan anak
didik yang berbeda-beda
dan telah terbentuk
sejak sebelum lahir . Sifat-sifat
ini telah terancang
dalam sel-sel konsepsi
yang terbentuk jauh
sebelum kelahirannya. Sehari-hari sifat-sifat
ini sering di perkenalkan pada
kita sebagai potensi
bawaan yang disebut
sebagai pembawaan atau bakat.
Peristiwa belajar yang
oleh banyak ahli
dianggap sebagai lawan
dari kematangan adalah
aspek penting lainnya
yang perlu dipahami
untuk kepentingan membelajarkan. Belajar ialah
proses perubahan yang
terus-menerus terjadi dalam
diri individu yang
tidak ditentukan oleh
unsure keturunan, tetapi lebih
banyak ditentukan oleh
factor-faktor dari luar
(eksternal) . Perubahan itu
mungkin terjadi dalam pandangan
hidup, perilaku, keterampilan ,
persepsi, motivasi, atau
gabumgan dari unsur-unsur
ini. Teori tentang
belajar ini tentu
saja banyak sekali
yang telah dikemukakan oleh
para ahli dan
beberapa di antaranya
akan dibicarakan.
Membelajarkan adalah
pekerjaan yang dilakukan
oleh seseorang guru atau
oleh suatu tim
dalam rangka pencapaian
setinggi-tingginya tingkat
kematangan dan tujuan
belajar anak didik .Seorang
guru mempunyai fungsi sebagai
perancang dan pengatur
dari peristiwa pengajaran; guru
yang sekaligus juga
sebagai penilai terhadap
hasil balajar siswanya (Gagne,1977). Membelajarkan berarti
mencakup peristiwa
pengajaran dan peristiwa
belajar anak didik. Prosedur pengajaran harus
dirancang secara sistematik
agar secara terarah berbagai
hasil belajar dapat
dicapai. Dua hal yang
penting dalam belajar adalah: apa
yang dipelajari, dan
bagaimana kondisi belajar. Hasil belajar
harus terwujud sebagai
penampilan yang dapat
diamati. Hasil pengajaran itu
dapat digolongkan dalam
lima tipe, yaitu : keterampilan intelektual, informasi verbal, strategi
kognitif , keterampilan motoris,dan
sikap. Proses belajar
dalam diri anak
itu dipengaruhi oleh
peristiwa-peristiwa dari luar
dirinya (eksternal) yang lazimnya
berbentuk sebagai rangsangan lingkungan
. Persoalan factor dari
luar inilah yang menyebabkan proses
pengajaran itu harus ditata
dan dirancang. Guru sebagai
pengatur proses pengajaran
harus merancang dan memilih
dan menata peristiwa
di luar diri anak
dan sekaligus mengawasi penataan peristiwa ini. Dengan
demikian , peran guru
dalam membelajarkan atau kegiatan
pengajaran itu adalah
merencana dan mengontrol peristiwa
luar itu. Ada
tiga aspek pendidikan
yang perlu diketahui
guru dalam tugasnya
sebagai pengajar , yaitu
memahami “yang belajar”,
“proses belajar” , dan “situasi
belajar”. Yang disebut “yang
belajar” adalah murid
atau siswa yang
secara individual atau
kelompok mengikuti suatu
proses belajar dalam situasi
belajar tertentu.
2.2
Pengertian Proses Belajar
Proses belajar
adalah proses perubahan
tingkah laku individu. Perubahan ini terjadi terus-menerus
dalam diri individu yang tidak banyak
ditentukan oleh faktor
turunan atau genetik . Perubahan karena
belajar ini banyak ditentukan
oleh faktor-faktor eksternal. Perubahan ini
mungkin terjadi dalam pengetahuan,
keterampilan, sikap, kepribadian, pandangan hidup, persepsi,
norma-norma, motivasi, atau gabungan,
dari unsur-unsur itu. Adapun yang
dimaksud dengan situasi belajar
adalah semua factor atau kondisi yang
mungkin mempengaruhi hasil
dan proses terjadinya
belajar Faktor dan
kondisi ini mungkin
ada secara konkret,
mungkin juga tidak
secara konkret ada, tetapi memberi
makna pada belajar. Salah satu
contoh yang tidak
konkret adalah sikap
orang tua murid terhadap pendidikan. Guru merupakan
faktor kunci yang
paling bermakna dalam situasi
belajar. Sekiranya guru tidak
mampu memanfaatkan kondisi
dan faktor yang mempengaruhi
belajar maka hasil
belajar itu tidak
akan mencapai hasil optimal. Salah
satu teori, yang
dikemukakan oleh Gagne(1974), rangkaian mata rantai belajar
itu paling tidak
terdiri dari delapan
fase perubahan,dengan urutan: (1)
fase perubahan dalam
motivasi; (2) fase perubahan
dalam pemahaman; (3) fase
perubahan dalam penerimaan; (4) fase penyimpangan dan mengingat
kembali; (5) fase penyimpulan atau generalisasi; (6) fase
penampilan; dan (7) fase perolehan penguatan
karena adanya umpan
balik. Apabila kehidupan manusia
sehari-hari kita telaah
dari kacamata teori belajar,
akan diperoleh kesan
bahwa tiap orang
menjalani pengalaman baru, sehingga
terjadi perubahan yang
berbeda dari hari sebelumnya.
Perbedaan ini terjadi
karena orang belajar. Tidak selamanya individu memperoleh keterampilan atau kemampuan secara
lengkap. Mungkin saja belajar
itu berarti memelihara
atau mengubah yang
telah ada menjadi lebih
kokoh, atau menjadi lebih
luas, atau menjadi
lebih mendalam. Sebagai landasan penguraian mengenai apa yang dimaksud
dengan belajar, terlebih dahulu akan dikemukakan beberapa definisi.
a) Hilgard dan Bower,
dalam buku Theories of Learning mengemukakan. “Belajar berhubungan dengan
perubahan tingkah laku seseorang terhadap sesuatu situasi tertentu yang
disebabkan oleh pengalamannya yang berulang-ulang dalam situasi itu, dimana
perubahan tingkah laku itu tidak dapat dijelaskan atau dasar kecenderungan
respon pembawaan, kematangan, atau keadaan-keadaan sesaat seseorang (misalnya
kelelahan, pengaruh obat, dan sebagainya).”
b) Gagne, dalam buku
The Conditions of Learning (1977) menyatakan bahwa: “Belajar terjadi apabila
suatu situasi stimulus bersama dengan isi ingatan mempengaruhi siswa sedemikian
rupa sehingga perbuatannya berubah dari waktu sebelum ia mengalami situasi itu
ke waktu sesudah ia mengalami situasi tadi.”
c) Morgan, dalam buku
Introduction to Psychology (1978) mengemukakan: ”Belajar adalah setiap
perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu
hasil dari latihan atau pengalaman.
d) Witherington, dalam
buku Educational Psyhology. Mengemukakan. “Belajar adalah suatu perubahan di
dalam kepribadian yang menyatakan diri sebagai suatu pola baru dari pada reaksi
yang berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, kepandaian, atau suatu pengertian”.
Dari
definisi-definisi yang dikemukakan di atas, dapat dikemukakan adanya beberapa
elemen yang penting yang mencirikan pengertian tentang belajar yaitu bahwa.
a) Belajar merupakan
suatu perubahan dalam tingkah laku, di mana perubahan itu dapat mengarah kepada tingkah laku yang lebih baik, tetapi
juga ada kemungkinan mengarah kepada tingkah laku yang lebih buruk.
b) Belajar merupakan
suatu perubahan yang terjadi melalaui latihan atau pengalaman dalam arti
perubahan-perubahan yang disebabkan oleh pertumbuhan atau kematangan tidak
dianggap sebagai hasil belajar; seperti perubahan-perubahan yang disebabkan
oleh pertumbuhan atau kematangan tidak dianggap sebagai hasil belajar, seperti
perubahan-perubahan yang terjadi pada diri seorang bayi.
c) Untuk dapat disebut
belajar, maka perubahan itu harus relative mantap harus merupakan akhir
daripada suatu metode waktu yang cukup panjang. Berapa lama periode waktu itu
berlangsung sulit ditentukan dengan pasti, tetapi perubahan itu hendaknya
merupakan akhir dari suatu periode yang mungkin berlangsung berhari-hari,
berbulan-bulan ataupun bertahun-tahun. Ini berarti kita harus mengeyampingkan
perubahan-perunbahan tingkah laku yang disebabkan oleh motivasi, kelelahan,
adaptasi, ketajaman perhatian atau kepakaan seseorang yang biasanya hanya
berlangsung sementara.
d) Tingkah laku yang
mengalami perubahan karena belajar menyangkut berbagai aspek
kepribadian, baik fisik maupun psikologis seperti: perubahan dalam pengertian,
pemecahan suatu masalah/berpikir, keterampilan, kecakapan, kebiasaan ataupun
sikap.
2.2.1 Contoh Belajar
Dalam
memepermudah pemahaman anda mengenai bagaimana sebenarnya proses belajar itu
berlangsung. Berikut ini akan penyusun kemukakan contoh sederhana sebagai
gambaran. Setelah itu, akan penyusun kemukakan pula sebuah contoh tandingan
yang disertai komentar seperlunya. Seorang
anak balita memperoleh mobil-mobilan dari ayahnya. Lalu ia mencoba mainan ini
dengan cara emutar kuncinya dan meletakkannya pada suatu permukaan atau
dataran. Perilaku”memutar” dan “meletakkan” tersebut merupakan respons atau
reaksi atas rangsangan yang timbul/ada pada mainan itu (misalnya, kunci dan
roda mobil-mobilan tersebut). Pada tahap permulaan, respon anak terhadap
stimulus yang ada pada mainan tadi biasanya tidak tepat atau setidak-tidaknya
tidak teratur. Namun, berkat latihan dan pengalaman berulang-ulang, lambat laun
ia menguasai dan akhirnya dapat memainkan mobil-mobilan dengan baik dan
sempurna. Sehubungan dengan contoh ini, belajar dapat kita pahami sebagai
proses yang dengan proses situ sebuah tingkah laku ditimbulkan atau diperbaiki
melalui serentetan reasi atas situasi aau rangsangan yang ada. Peristiwa
belajar yang dialami oleh manusia itu bukan semata-mata masalah respon terhadap
rangsangan yang ada, melainkan (yang terpenting) karena adanya self-direction,
pengaturan dan pengarahan diri yang dikontrol oleh otak. Fungsi otak sebagai
pengedali seluruh aktivitas mental dan behavioral, menurut tinjauan
cognitivists (para ahli kognitif) sangat menentukan proses belajar manusia.
2.2.2 Proses
Berlangsungnya Belajar
Berikut
ini uraian beberapa macam cara penyusaian diri yang dilakukan manusia dengan
sengaja maupun tidak sengaja, dan bagaimana hubunganya dengan belajar.
a. Belajar
dan kematangan
Kematangan adalah suatu proses
pertumbuhan organ-organ. Suatu organ dalam diri makhluk hidup dikatakan telah
matang, jika ia telah mencapai kesanggupan untuk menjalankan fungsinya
masing-masing. Kematangan itu dating/tiba waktunya dengan sendirinya. Sedangkan
belajar lebih membutuhkan kegiatan yang disadari, suatu aktivitas,
latihan-latihan dan konsentrasi dari orang yang bersangkutan. Proses belajar
terjadi karena perangsang-perangsang dari luar. Sedangkan proses kematangan
terjadi dari dalam. Akan tetapi meskipun demikian janganlah dilupakan bahwa
kedua proses (belajar dan kematangan) itu dalam prakteknya berhubungan erat
satu sama lain, keduanya saling menyempurnakan.
a. Belajar
dan Penyesuaian Diri
Penyesuaian diri merupakan juga
suatu proses yang dapat merubah tingkah laku manusia. Penyesuaian diri itu ada
dua macam:
1. Penyesuaian
diri atuoplastis, seseorang mengubah dirinya disesuaikan dengan keadaan
lingkungan/dunia luar, dan
2. Penyesuaian
diri alooplastis, yang berarti mengubah lingkungan/dunia luar disesuaikan
dengan kebutuhan dirinya.
Kedua macam penyesuaian diri ini
termasuk ke dalam proses belajar, karena daripadanya terjadi
perubahan-perubahan yang kadang-kadang sangat mendalam dalam kehidupan manusia.
Manusia dalam kehidupannya tiap-tiap hari selalu belajar. Akan tetapi tidak
semua belajar adalah penyesuaian diri.
b. Belajar
dan pengalaman
Belajar dan pengalaman, keduanya
meruapakan suatu proses yang dapat merubah sikap,tingkah laku dan pengetahuan
kita. Akan tetapi, belajar dan memperoleh pengalaman adalah berbeda. Mengalami
sesuatu belum tentu merupakan belajar dalam arti pedagogis; tetapi sebaliknya:
tiap-tiap belajar berarti juga mengalami. Contoh pengalaman yang bukan belajar
ialah: karena mengalami sesuatu yang menyedihkan dapat menimbulkan apatis dan
putus asa pada seseorang. Contoh lain: karena bodohnya pengalaman-pengalamannya
tidak digunakan untuk belajar, tidak digunakan untuk menambah pengalaman yang
baru.
c. Belajar
dan Bermain
Dalam bermain juga terjadi proses
belajar. Persmaannya ialah bahwa dalam belajar dan bermain keduanya terjadi
peruabahan, yang dapat mengubah tingkah laku, sikap dan pengalaman. Akan
tetapi, keduanya terdapat perbedaan. Menurut arti katanya, bermain meruapakan
kegiatan yang khusus bagi anak-anak meskipun pada orang dewasa terdapat juga.
Sedangkan belajar merupakan kegiatan yang umum, terdapat pada manusia sejak
lahir sampai mati. Menurut sifatnya, perbedaan antara belajar dan bermain ialah
kegiatan belajar mempunyai tujuan yang terletak pada masa depan, masa kemudian.
Sedangkan kegiatan bermain hanyalah ditujukan untuk situasi di waktu itu saja.
Tujuan bermain (kesenangan, kepuasan) terletak di dalam situasinya di waktu
kegiatan permainan itu berlangsung.
Meskipun demikian hubungan antara
keduanya sangat erat, kita mengenal:”belajar sambil bermain”, yang ditekankan
adalah belajarnya. “Bermain sambil belajar” (yang ditekankan adalah
bermainnya).
d. Belajar
dan Pengertian
Belajar mempunyai arti yang lebih
luas daripada hanya mencapai pengertian. Ada proses belajar yang berlangsung
dengan otomatis tanpa pengertian. Seperti proses belajar yang terjadi pada
hewan. Umpamanya seekor anak kucing melatih diri cara menangkap itu
dilakukannya tanpa pengertian tanpa menyadari apa maksud dan tujuan dari
latihan itu. Pada manusia, belajar semacam inipun terdapat pula. Sebaliknya ada
pula pengertian yang tidak menimbulkan proses belajar. Dengan mendapatkan
sesuatu pengertian tertentu, belum tentu seseorang kemudian berubah tingkah
lakunya. Belum tentu seseorang yang mengerti tentang sesuatu berarti
menjalankan/bersikap sesuai dengan pengertian yang telah dicapainya itu.
e. Belajar
dan menghafal/mengingat
Menghafal/mengingat tidak sama
dengan belajar. Hafal atau ingat akan sesuatu belum menjamin bahwa dengan
demikian orang sudah belajar dalam arti yang sebenarnya. Sebab untuk mengetahui
sesuatu tidak cukup hanya dengan menghafal saja, tetapi harus dengan
pengertian. Maksud belajar ialah menyediakan pengalaman-pengalaman untuk
menghadapi soal-soal di masa depan. Jika pengalaman-pengalaman itu hanya
merupakan sesuatu yang statis, yang tidak berguna/digunakan untuk adanya
perubahan dalam tingkah laku, sikap atau pengetahuan, maka dalam hal yang
demikian tidak terjadi proses belajar.
f. Belajar
dan Latihan
Persamaannya adalah bahwa belajar
dan latihan keduanya dapat menyebabkan peruabhan/proses dalam tingkah laku,
sikap an pengetahuan. Akan tetapi antara keduanya terdapat pula perbedaan. Di
dalam praktek terdapat pula proses belajar yang terjadi tanpa latihan.
Umpamanya: seorang anak yang terbakar tangannya di dapur sekali saja ia tahu
bahwa api itu panas. Jadi, belajar mempunyai arti yang lebih luas daipada
latihan. Adapula belajar yang hanya dengan pengertian saja, tanpa latihan.
Seorang anak yang dibawa berkarya-wisata ke pabrik gula umpamanya, dapat
mengerti bagaimana proses embuat gula. Juga cara belajar yang dilakukan oleh
anak dari gurunya dengan menggunakan audio visual aids atau alat-alat peraga.
Dengan
uraian-uraian di atas dari a sampai dengan g kiranya menjadi jelas bagi kita
bagaiamna cara-cara atau proses belajar itu berlangsung. Kita mengetahui bahwa
belajar itu tidak hanya melatih kematangan, menyesuaiakan diri, memperoleh
pengalaman, pengertian atau latihan-latihan.
Dilihat dari sudut ilmu mendidik, belajar berarti perbaikan dalam
tingkah laku dan kecakapan-kecakapan (manusia), atau memperoleh
kecakapan-kecakapan dan tingkah laku yang baru. Jadi, perubahan/perbaikan yang
terjadi dalam belajar itu terutama ialah perubahan/perbaikan dari fungsi-fungsi
psikis yang terjadi syarat dan mendasari perbaikan tingkah laku dan
kecakapan-kecakapan. Termasuk di dalamnya perubahan di dalam pengetahuan, miant
dan perhatian yang dibentuk oleh tenaga-tenaga/fungsi-fungsi psikis dalam
pribadi manusia itu.
2.2.3 Ciri-Ciri
Belajar
Belajar
tidak hanya berkenaan dengan jumlah pengetahuan tetapi juga meliputi seluruh
kemampuan individu.
1. Belajar
harus memungkinkan terjadinya perubahan perilaku pada diri individu. Perubahan
tersebut tidak hanya pada aspek pengetahuan atau kognitif saja tetapi juga
meliputi aspek sikap dan nilai (afektif) serta keterampilan (psikomotor).
2. Perubahan
itu harus merupakan buah dari pengalaman. Perubahan prilaku yang terjadi pada
diri individu karena adanya interaksi antara dirinya dengan lingkungan.
Interaksi ini dapat berupa interaksi fisik. Misalnya, seorang anak akan
mengetahui bahwa api itu panas setelah ia menyentuh api yang menyala pada
lilin. Di samping melalui interaksi fisik, perubahan kemampuan tersebut dapat
diperoleh melalui interaksi psikis. Contohnya, seorang anak akan berhati-hati
menyeberang jalan setelah ia melihat ada orang yang tertabrak kendaraan.
Perubahan kemampuan tersebut terbentuk karena adanya interaksi individu dengan
lingkungannya. Mengedipkan mata pada saat memandang cahaya yang menyilaukan
atau keluar air liur pada saat mencium harumnya masakan bukan meruapakan hasil
belajar. Di samping itu, perubahan prilaku karena faktor kematangan tidak
termasuk belajar. Seorang anak tidak dapat belajar berbicara sampai cukup
umurnya. Tetapi perkembangan kemampuan berbicaranya sangat tergantung pada
rangsangan dari lingkungan sekitar. Begitu juga dengan kemampuan belajar.
3. Perubahan
tersebut relatif tetap. Perubahan perilaku akibat obat-obatan, minuman keras,
dan yang lainnya tidak dapat dikategorikan sebagai perilaku hasil belajar.
Seorang atlet yang dapat melakukan lompat galah melebihi rekor orang lain
karena minum obat tidak dapat dikategorikan sebagai hasil belajar. Perubahan
tersebut tidak bersifat menetap. Perubahan perilaku akibat belajar akan
bersifat cukup permanen. (Udin S. Winataputra, dkk, 2008)
2.2.4 Cara-cara
Belajar yang Baik
Untuk
menjawab pertanyaan:”Bagaimana cara-cara belajar yang baik?”, banyak eksperimen
yang telah dilakukan oleh para ahli psikologi. Dari sekian banyak penelitian dan
percobaan yang dilakukan, sekian banyak pula jawaban yang dikemukakan. Namun,
di antara jawaban-jawaban yang heterogen itu terdapat pula beberapa yang
bersifat umum yang dapat kita pergunakan sebagai pegangan. Dr. Rudolf Pintner
mengemukakan sepuluh macam metode di dalam belajar, seperti berikut:
1. Metode
keseluruhan kepada bagian (whole to part method)
Di dalam memperlajari sesuatu kita
harus memulai dahulu dari keseluruhan, kemudian baru mendetail kepada
bagian-bagiannya. Misalnya kita akan mempelajari sebuah buku. Mula-mula kita
memperhatikan lebih dahulu isi buku tersebut, urutan bab-banya dan subbab
masing-masing. Dari gambaran keseluruhan isi buku tersebut barulah kita
mengarah kepada bagian-bagian atau bab-bab tertentu yang kita anggap penting
atau yang merupakan inti pkok buku tersebut. Metode ini berasal dari pendapat
psikologi Gestalt.
2. Metode
keseluruhan lawan bagian (whole versus part method)
Untuk bahan-bahan pelajaran yang
skopnya tidak terlalu luas, tepat dipergunakan metode keseluruhan seperti
menghafal syair, membaca buku cerita pendek, membaca unit-unit pelajaran
tertentu dan sebagainya. Untuk bahan-bahan yang bersifat nonverbal seperti
keterampilan, mengetik, menulis , dsb. Lebih cepat digunakan metode bagian.
3. Metode
campuran antara keseluruhan dan bagian (mediating method)
Metode ini baik digunakan untuk
bahan-bahan pelajaran yang skopnya sangat luas, atau yang sukar-sukar, seperti
misalnya tata buku, akunting, dan bahan kuliah lain pada umumnya.
4. Metode
resitasi (recitation method)
Resitasi dalam hal ini berarti
mengulangi atau mengucapkan kembali (sesuatu) yang telah dipelajari. Metode ini
dapat digunakan untuk semua bahan pelajaran yang bersifat verbal maupun
nonverbal. Di dalam mata kuliah Metodologi Pengajaran metode resitasi ini
disebut “metode pemberian tugas”. Yang berarti bahwa pemberian tugas itu
bermaksud agar siswa diharuskan mengualngi pelajaran yang telah dipelajari atau
diajarkan.
5. Jangka
waktu belajar (length of practice periods)
Dari hasil eksperimen ternyata
bahwa jangka waktu (periode) belajar yang produktif seperti menghafal,
mengetik, mengerjakan soal hitungan, dsb. Adalah antara 20-30 menit. Jangka
waktu yang lebih dari 30 menit untuk belajar yang benar-benar memerlukan
konsentrasi perhatian relative kurang atau tidak produktif. Jangka waktu tersebut diatas tidak berlaku
bagi mata pelajaran yang memerlukan “pemanasan” pada permulaan belajarnya
seperti untuk belajar sejarah, geografi, ilmu filsafat, dsb. Disamping itu,
kita harus ingat pula bahwa besarnya minat yang ada pada seseorang terhadap
suatu pelajaran dapat memperpanjang jangka waktu belajaranya sehingga mungkin
lebih dari 30 menit. Bahkan pada orang dewasa dapat lebih lama lagi.
6. Pembagian
waktu belajar (distribution of practice periods) Dari berbagai percobaan telah
dapat dibuktikan, bahwa belajar yang terus-menerus dalam jangka waktu yang lama
tanpa istirahat tidak efisien dan tidak efektif. Oleh karena itu, untuk belajar
yang produktif diperlukan adanya pembagian waktu belajar. Dalam hal ini “hokum
Jost” masih tetap diakui kebenarannya. Menurut hokum jost tentang belajar, 30
menit 2x sehari selama 6 hari lebih baik dan produktif daripada sekali belajar
selama 6 jam (360 menit) tanpaberhenti.
7. Membatasi
kelupaan (counteract forgetting)
Bahan pelajaran yang telah kita
pelajari sering kali mudah dan lekas dilupakan. Maka untuk jangan sampai lekas
lupa atau hilang sama sekali, dalam belajar perlu adanya “ulangan” aau review
pada waktu-waktu tertentu atau setelah /pada akhir suatu tahap pelajaran
diselesaikan. Guna Review atau ulangan ini ialah untuk meninjau kembali atau
mengingatkan kembali bahan yang pernah dipelajari. Adanya review ini sangat
penting, terutama bagi bahan pelajaran yang sangat luas dan memakan waktu
beberapa semester untuk mempelajarinya.
8. Menghafal
(cramming)
Metode ini berguna tertutama jika
tujuannya untuk dapat menguasai serta memproduksi kembali dengan cepat bahan-bahan pelajaran
yang luas atau banyak dalam waktu yang
relative singkat seperti misalnya belajar untuk menghadapi ujian-ujian
semester atau ujian akhir. Namun, metode ini sebenarnya kurang baik karena
hasilnya lekas dilupakan setelah ujian selesai.
9. Kecepatan
belajar dalam hubungannya dengan ingatan
Kita mengenal ungkapan quick
learning means quick forgetting. Di dalamnya terdapat korelasi negative antara
kecepatan meperoleh suatu pengetahuan dengan daya ingatan terhdap pengetahuan
itu. Hasil-hasil eksperimen yang pernah dilakukan tidak mempunyai cukup bukti
untuk menolak ataupun membenarkan generalisasi tersebut. Untuk bahan pelajaran
yang kurang mempunyai arti, mungkin generalisasi itu tepat dan benar. Akan
tetapi, untuk bahan-bahan pelajaran yang lain tidak dapat dipastikan
kebenarannya. Hal ini disebabkan oleh adanya bermacam-macam factor seperti
telah dibicarakan pada uraian-uraian terdahulu.
10. Retoactive
inhibiton
Berbagai pengetahuan yang telah
kita miliki itu, di dalam diri kita seolah-olah merupakan unit-unit yang selalu
berkaitan satu sama lain, bahkan sering pula yang satu mendesak atau menghambat
yang lain. Proses ini dalam psikologi disebut retroactive inhibition.
2.2.5 Unsur-Unsur
yang Terlibat Dalam Belajar
Perilaku
belajar adalah perilaku yang cukup kompleks karena banyak unsure yang terlibat
di dalamnya. Beberapa Unsur di antaranya adalah:
a. Tujuan
yang ingin dicapai
Di
balik tingkah laku brlajar ada unsur keinginan, harapan, tujuan yang ingin
dipenuhi. Keinginan dan harapan tresebut mungkin sekedar kepuasan yang segera
tercapai, mungkin juga berantai dengan jangkauan yang lebih jauh, seperti
keinginan melanjutkan sekolah, keinginan memperoleh ranking kesatu.
b. Pola
respons dan kemampuan yang dimiliki atau kesiapannya
Setiap individu memiliki pola yang dapat digunakan saat
menghadapi situasi belajar. Setiap individu mempunyai cara tersindiri untuk
merespons lingkungannnya. Cara yang digunakan individu sangat erat kaitannya
dengan kesiapan yang bersangkutan dalam merespons situasi yang dihadapkan
kepadanya. Kadang-kadang individu gagal meraih tujuan yang diingin dicapainya
disebabkan yang bersangkutan belum siap merespons situasi yang dihadapkan
kepadanya. Kegagalan pencapaian tujuan itu disebakan oleh ketidaksiapan
individu mengadapi situasi belajar yang dihadapkan kepadanya.
c.
Situasi belajar
Yang
dimaksud dengan situasi belajar di sini adalah benda, orang, dan symbol yang
ada di lingkungan yang belajar. Situasi tersebut mengandung berbagai alternatif
yang menuntut pilihan. Alternatif yang dipilih dapat memberikan kepuasan, dan
dapat pula tidak memuaskan pemilih. Kadang-kadang situasi mengandung ancaman
dan tantangan, yang memungkinkan individu merasakan tujuannya.
d.
Penafsiran situasi sebelum berbuat
Individu dihadapkan pada situasi memilih
melalui proses penafsiran situasi yang dihadapinya. Individu harus menentukan
tindakan mana yang harus diambil, mana yang harus dihindari, dan mana yang
paling aman. Pilihan tersebut didasarkan pada penafsiran situasi. Sekiranya
individu salah dalam penafsiran situasi, ia akan gagal mencapai tujuan yang
ingin dicapainya.
e.
Reaksi atau respon
Respon merupakan kegiatan atau
kesiapan internal untuk berbuat. Respons itu dapat berbentuk kata-kata, dapat
pula berupa gerakan, perbuatan, kegiatan atau meningkatnya ketegangan dalam
diri individu. Respon yang dipilih dapat mencapai kepuasan, dapat pula mencapai
kegagalan, dann dapat pula sekedar mencoba-coba tetapi akhirnya gagal.
f.
Reaksi terhadap kegagalan
Sekiranya individu gagal mencapai
tujuannya, mungkin akan tumbuh kekecewaan pada dirinya, sehingga tidak mau
mrncobanya lagi. Akan tetapi ada kalanya individu yang gagal, akan mengadakan
interprestasi baru dengan menyesuaikan responnya pada tuntunan lingkungan.
2.2.6
Prinsip-prinsip Belajar
Proses
belajar adalah kegiatan yang kompleks yang berlangsung menurut aturan dan
system tertentu. Aturan dan sistem tertentu disebut prinsip-prinsip belajar,
atau hukum-hukum belajar. Di dalam dunia teori tentang belajar, para ahli
mengemukakan tujuh hukum tentang belajar. Ketujuh hukum tersebut adalah :
a.
Prinsip efek kepuasan
Prinsip ini bias
disebut Law of effect, yang
diterjemahkan bebas menjadi “Prinsip efek kepuasan”. Berdasarkan prinsip atau
hukum ini, hasil belajar akan diperkuat apabila menghasilkan rasa senag atau
puas. Dan sebaliknya hasil belajar akan diperlemah apabila menghasilkan
perasaan tidak senang. Proses memperoleh kepuasaan itu pun akan diulang, agar
memperoleh kepuasan baru. Apabila ada siswa yang memperoleh nilai tinggi
melalui belajar sungguh-sungguh maka belajar sungguh-sungguh itu akan diulang,
agar memperoleh hasil yang lebih baik lagi.
b.
Prinsip Pengulangan
Prinsip ini disebut
sebagai Hukum Pengulangan atau Law of
Exercise. Prinsip ini mengandung arti bahwa hasil belajar dapat lebih
sempurna apabila sering diulang,sering dilatih. Hubungan antara rangsangan
(stimulans) dengan reaksi (respon) akan diperkuat apabila sering diadakan
pengulangan.
c.
Prinsip Kesiapan
Prinsip yang aslinya
disebut Law of Readiness ini
menyatakan bahwa melalui proses belajar individu akan memperoleh tingkah laku
baru apabila ia telah siap belajar. kesiapan tersebut berkenan dengan
kematangan fisik, dan kesiapan psikologis. Berdasarkan prinsip ini, dari segi
kesiapan fisik belajar akan efektif apabila individu telah mampu
mengkoordinasikan anggota tubuhnya untuk melakukan berbagai kegia menghtan.
d.
Prinsip Kesan Pertama
Hasil belajar yang diperoleh melalui kesan pertama akan sulit
digoyahkan. Ini berarti bahwa proses belajar pertama yang keliru membentuk
kebiasaan buruk, akan tetap mewarnai belajar berikutnya, yang secara beruntun
akan menghasilkan yang buruk pula. Prinsip ini disebut Law of primacy atau kesan awal.
e. Prinsip
Makna yang Dalam
Hasil belajar dapat merupakan
menghayatan dengan makna yang dalam atau makna yang dangkal saja. Hasil-hasil
yang diharapkan tentu saja adalah yang bermakna secara mendalam. Berdasarkan
prinsip ini, belajar akan member makna yang dalam apabila diupayakan melalui
kegiatan yang bersemangat. Pengalaman yang statis dan penyajian yang kurang
menarik tidak akan memberi makna yang dalam bagi hasil belajar. Prinsip ini
biasanya juga disebut sebagai Law of intensity.
Untuk menciptakan situasi belajar yang menarik diperlukan alat-alat bantu
pandang-dengar (audiovisual) atau alat peraga, dan teknik penyajian yang
menarik.
f. Prinsip
Bahan baru
Prinsip ini biasanya disebut
sebagai Law of recenty,yang
mengandung arti bahwa bahan yang baru dipelajari, akan lebih mudah diingat.
Sedangkan bahan yang telah lama dipelajari terhalang oleh bahan baru sehingga
terbenam ke alam bawah sadar. Prinsip
ini berkenan dengan konsep rintangan atau inhibisi dalam belajar. Individu akan
mengalami kesulitan mengingat bahan-bahan yang lama, apabila terus menerus
dijejali bahan baru secara sporadic, sementara bahan lama tidak pernah diulang
kembali sehingga terlupakan.
g. Prinsip
Gabungan
Sebagai perluasan dari prinsip efek
kepuasan hidup dan prinsip pengulangan, ditetapkanlah prinsip yang biasanya
disebut prinsip kaitan antara efek dan pengulangan. Prinsip ini menunjukkan
perlunya ada keterkaitan bahan yang dipelajari dengan situasi belajar yang akan
mempermudah berubahnya tingkah laku. Ini berarti bahwa hasil belajar yang
memberikan kepuasan dan latihan yang erat kaitannya dengan kehidupan individu
yang belajar akan meningkatkan hasil belajar.
Disamping tujuh prinsip
tersebut diatas, ada prinsip lain yang berlaku bagi proses belajar pada umumnya, yang disebut plateau dalam belajar. Disebut plateau atau mendatar karena memang
terjadi kemandegan dalam proses belajar atau tidak terdapat kemajuan dalam
pencapaian hasil belajar.
Plateau belajar ini dapat
terjadi karena berbagai sebab,di antaranya:
- Kesulitan bahan yang dipelajari meningkat,sehingga individu yang belajar tidak mampu menyelesaikannya.
- Metode belajar yang digunakan individu, tidak memadai sehingga upaya yang dilakukannya akan sia-sia belaka.
- Kejenuhan belajar yang disebabkan oleh keletihan karena kurang medapat kesempatan beristirahat.
2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses Belajar
Dalam usaha menyiapkan
situasi belajar dan pembelajaran yang efisien, perlu diketahui factor-faktor
yang mempengaruhi proses belajar dan pembelajaran itu. Seperti pula yang telah
dijelaskan pada bagian depan, factor yang banyak ini dapat dikelompokkan
menjadi beberapa kelompok factor, umumnya dapat dikelompokkan menjadi enam
kelompok, yaitu: factor siswa, factor guru, factor interaksi guru-siswa, factor
siswa sebagai kelompok, factor lingkungan fisik dan factor pendorong dari luar.
Semua factor yang mempengaruhi proses belajar dan pembelajaran itu dapat pula
digolongkan menjadi factor-faktor yang berasal dari diri orang yang belajar
sendiri maupun yang berasal dari luar orang yang bersangkutan.
Factor-faktor yang termasuk di dalam
diri individu yang belajar (factor intern) mencakup antara lain:
a) Kematangan
untuk belajar
Kematangan untuk belajar ada
kaitannya dengan pertumbuhan biologis. Misalnya: anak yang ada dalam masa
pertumbuhannya belum tiba pada suatu tahap untuk belajar berjalan, janganlah
dipaksa untuk mulai belajar berjalan. Pemaksaan untuk belajar sesuatu sebelum
sampai pada tahap kematangannya akan menimbulkan akibat yang tidak
menyenangkan.
b) Kemampuan atau keterampilan dasar untuk
belajar
Factor ini merupakan prasyarat bagi
keberhasilan proses belajr. Seseorang yang memiliki kemampuan belajar asli yang
tinggi akan lebih cepat berhasil dalam belajar. Selanjutnya, apabila seorang
siswa belajar dengan terlebih dahulu memiliki bekal kemampuan yang
dipersyaratkan untuk mempelajari sesuatu, maka dia cenderung akan lebih
berhasil dalam belajar tentang hal itu.
c) Dorongan
untuk berprestasi
Dorongan ini pada dasarnya telah
ada pada diri seseorang sejak dilahirkan. Tinggi rendahnya dorongan ini akan
sangat tergantung kepada pengalaman orang yang bersangkutan dalam menggunakan
dorongan itu.
Faktor-faktor
yang tergolong di luar diri manusia yang bersangkutan (kondisi eksternal)
antara lain mencakup:
1) Suasana
di tempat belajar
Faktor ini merupakan suasana fisik
dan suasan psikologis di sekitar tempat belajar. Pada umumnya, siswa akan lebih
senang belajar ditempat yang tertera dengan rapih, bersih dan menyenangkan.
Disamping factor suasana lingkungan tempat belajar secara fisik, suasana
lingkungan yang bersifat psikologis pun sangat mempengaruhi keberhasilan
belajar.
2) Pelatihan
Pelatihan dalam arti psikologis
berarti pengulangan respons sewaktu terjadinya rangsangan atau stimulus.
Mengulangi hubungan stimulus-respon dapat memperkuat hubungan itu. Ini berarti
bawah makin sering upaya untuk mengulangi terjadinya hubungan strimulus-respons
itu, makin kuatlah hubungannya, dan pada gilirannya dapat meningkatkan mutu
perilaku yang ditimbulkan oleh upaya pengulangan itu. Namun demikian,
seringkali terjadi bahwa pelatihan yang terlalu banyak akan mengakibatkan
penurunan mutu perilaku yang dilatihkan itu.
3) Penguatan
(reinforcement)
Penguatan terhadap respons yang
diberikan siswa kepada sautu stimulus pembelajaran merupakan upaya yang efektif
untuk mencapai keberhasilan belajar dan pembelajaran. Penguatan ini dapat
dilakukan dengan menggunakan system ganjaran atau penghargaan terhadap respons
siswa kepada stimulus yang sesuai dengan yang diinginkan dalam rangka
pembelajaran itu.
2.4
Teori-teori
Belajar
Tabel
Ringkasan Teori-teori Belajar dan Implikasinya dalam Pembelajaran
|
Teori
Belajar
|
Konsep
Psikologi
|
Tekanan
dalam Pembelajaran
|
Tokoh
asal dan Pengembang
|
Teori Disiplin Mental (< abad
ke-20)
|
Disiplin Mental Telstik
Disiplin Mental Humanistic
Aktualisasi diri
Apresiasi Herbartiasnisme
|
Psikologi Daya
Klasik Humanistic
Naturall Romantik
Strukturalisme
|
Perbanyak Latihan Daya
Latihan Instrinsik kekuatan
mental
Terfokus pada Pendidikan
Penambahan masukan ide baru pada
sub kesadaran yang lama
|
Augustine
Calvin Wolf
Plato Adler Broudy
Rousseau Froebel
Goodman maslow
Herbar
Tlchener
|
S-R (Bahavlorisme)
|
Ikatan S-R
S-R berkondisi tetapi tanpa usaha
penguat
S-R berkondisi melalui penguatan
|
Koneksionisme
Berkondisi menurut paham klasik
Instrumental berkondisi
|
Pentingnya kemahiran membuat
ikatan S-R yang diinginkan
Perekatan respons yang diinginkan
dengan stimulans yang tepat
Perubahan berturut-turut dan
sistematik dalam organisme untuk meningkatkan ketepatan ramalan respons yang
diinginkan
|
Thorndike
Gates
Stephens
Watson
Guthrle
Hull
Skinner
Spence
Gagna
Bandura
|
Teori Kognitif dari Psikologi
Gestalf
|
Wawasan
Tujuan yang berwawasan
Wawasan kognisi
|
Psikologi Gestalf
Konifiguralisme
Relativisme positif (Psikologi
wawasan)
|
Pembinaan wawasan belajar
Membantu siswa mengembangkan
wawasan yang berkualitas tinggi
Membantu siswa merestruktur “life
spaces” mereka, meletakkan wawasan baru ke dalam situasi siswa
|
Werthelmer
Koffika
Koller
Bode
Wheeler
Bayles
Lewin
Dewey
Alport
Bigge
Bruner
Koch
|
Teori
belajar ialah pandangan yang amat mendasar, sistematis dan menyeluruh tentang
proses bagaimana manusia, khususnya anak didik berhubungan dengan
lingkungannya.
Teori belajar cukup banyak macamnya, seperti
teori-teori belajar yang dikembangkan sebelum abad ke-20 dan teori-teori
belajar yang dikembangkan setelah abad ke-20 atau teori-teori modern.
Sejumlah teori
akan dijelaskan di bawah ini :
1.1.
Teori Tradisional
1.1.1.
Teori Ganjaran dan Hukuman
Teori
ini berpegang pada prinsip bahwa tingkah laku seseorang akan berubah melalui
proses pemberian ganjaran dan hukuman.
Seorang guru
yang berpegang teguh pada teori ini akan berpegang bahwa :
-
Guru harus
menjadi pusat kegiatan belajar.
-
Perubahan
tingkah laku pada individu yang belajar menjadi tanggung jawab guru dan bukan
menjadi tanggung jawab murid.
-
Apabila guru
menghukum dengan tepat akan terjadi perubahan tingkah laku pada yang belajar.
Adapun kelemahan teori ini ialah apabila guru tidak
berada di kelas, berarti tidak akan terjadi proses belajar karena tidak ada
orang yang memberi hukuman.
1.1.2.
Teori Penambahan Fakta
Landasan
teori in ialah bahwa “jiwa” dan “pikiran” merupakan gudang fakta. Tujuan
kegiatan belajar, ialah menambah isi gudang itu dengan fakta-fakta baru.
Ini berarti
bahwa :
-
Belajar dianggap
sebagai proses penerimaan dan penyerapan fakta.
-
Belajar berarti
mengingat.
-
Belajar
dipandang sebagai proses sekedar menerima secara pasif.
Kelemahan teori penambahan fakta adalah bahwa orang
yang banyak hafalannya, tidak dapat dipandang sebagai manusia paling pintar.
Padahal tidak semua fakta yang dihafalkannya itu diperlukan.
1.1.3.
Teori Hasil Belajar Permanen
Teori
ini memandang bahwa materi yang dipelajari tidak akan dilupakan, dan akan tetap
ada dalam diri orang yang belajar. Ini berarti bahwa materi bahwa hasil belajar
itu bersifat permanen, dan tidak berubah. Kalau kita amati yang ada di
lingkungan kita ternyata bahwa permanen tidaknya hasil belajar itu sangat
tergantung pada kegunaannya dalm kehidupan sehari-hari. Makin dibutuhkan hasil
belajar itu, ternyata makin permanen berada dalam diri orang yang belajar.
Sifat permanen hasil belajar itu tergantung pula pada latihan dan pengulangan
dalam belajar.
1.1.4.
Teori Rangsangan dari Luar
Teori
memandang bahwa perubahan tingkah laku akan terjadi apabila ada rangsangan dari
luar, berupa buku atau suara guru atau rangsangan lainnya. Ini berarti bahwa
yang dikatakan guru atau yang diungkapkan dalam bacaan akan menyebabkan
perubahan pada orang yang belajar. Didasarkan pada teori ini, pemberian tugas
membaca atau mendengarkan, akan menyebabkan perubahan tingkah laku yang
mendengarkan atau membaca. Sekiranya ditelusuri lebih dalam ternyata bahwa
bukan sekedar suara yang menyebabkan perubahan tingkah laku itu akan tetapi
juga siapa pemilik suara itu.
1.1.5.
Teori Proses Tahapan
Menurut
teori ini tingkah laku akan berubah melalui tahapan-tahapan tertentu. Ini
berarti bahwa bahan pelajaran seyogianya disusun berdasarkan tingkat
kesukarannya, dan disajikan mulai dari tahap yang paling mudah ke tahap yang
paling sukar.
1.1.6.
Teori Transfer Otomatis
Teori
ini memandang bahwa hasil belajar dalam satu bidang tertentu, dapat ditrasnfer
untuk digunakan dalam lapangan lain yang berbeda situasinya. Kecakapan yang
diperoleh dalam ilmu ukur dikelas misalnya, dapat digunakan dalam situasi nyata
di luar kelas, dipakai untuk mengukur luas pekarangan dan sebagainya. Transfer
itu dianggap terjadi secara otomatis. Ini berarti bahwa orang yang telah
mempelajari dianggap secara otomatis akan dapat menggunakan apa-apa yang sudah
dipelajari secara tepat, kapan saja, dimana saja dan terhadap apa pun juga.
1.1.7.
Teori kerja Keras
Teori
ini memandang bahwa pendidikan merupakan proses memperkuat mental. Tingkah laku
dapat berubah melalui proses latihan yang keras dan berat. Makin sulit, makin
berat proses yang dialami, makin besar nilainya bagi perubahan tingkah laku.
1.1.8.
Teori Kondisi Menyenangkan
Teori
ini memandang bahwa tempat belajar itu harus menyenangkan dan memberikan
kepuasan kepada belajar. Hanya dalam
dalam kondisi yang menyenangkan proses belajar akan memberikan hasil
besar.
1.2.
Teori Modern
1.2.1.
Teori Asosiasi
Menurut
teori ini, segala pengetahuan berasal dari pengalaman. Setiap pengalaman kita
berasosiasi dengan hal-hal tertentu sebagai hasil belajar. Antara stimulus
dengan respons terjadi asosiasi atau hubungan yang menyebabkan terjadinya
perubahan tingkah laku. Asosiasi itu terjadi melalui berbagai cara dan
diantaranya karena kebetulan. Asosiasi itu pun dapat terjadi tanpa arah dan
terarah.
Dalam
upaya menerangkan asosiasi yang terjadi dalam yang terarah. Thorndike,
memandang pentingnya peranan Law of
Effect dalam belajar. Hal ini berarti bahwa kepuasan yang diperoleh (dalam
belajar) setelah melakukan sesuatu (merespon stimulus) akan menyebabkan
terjadinya asosiasi yang kuat antara stimulus dan respons.
Belajar
terjadi karena melalui coba-coba dan mengalami kegagalan (trial and error) yang
dapat disarikan sebagai berikut :
-
Belajar sangat
tergantung pada banyaknyacikatan stimulus respon yang terbentuk.
-
Latihan dalam
belajar akan efektif apabila hubungan stimulus respon diikat dengan pemberian
kepuasan.
-
Pemahaman
tidaklah berperan penting dalam belajar tipe asosiasi ini.
-
Belajar pada
dasarnya adalah memperoleh respon yang spesifik yang dibentuk melalui pemberian
ganjaran.
-
Proses belajar
terjadi secara mekanistis, yang menghubungkan stimulus dengan respon.
1.2.2.
Teori Kognisi
Dapat
diungkapkan bahwa teori koginitif memandang bahwa terbentuknya tingkah laku
baru melalui proses restrukturalisasi situasi yang dihadapi yang dapat
diterangkan sebagai berikut :
-
Bentuk belajar
tahap tinggi tergantung kepada kapasitas alamiah individu yang bersangkutan.
Meskipun lingkungan mengubah kemampuan belajar seseorang, akan tetapi belajar
juga berarti proses diferensiasi dan restrukturisasi situasi yang dihadapi yang
sangat erat kaitannya dengan kemampuan organisme yang dibawa sejak lahir.
-
Menganalisis
respons menjadi beberapa potongan-potongan stimulus, tidaklah memadai untuk
menerangkan belajar secara utuh. Aliran ini memandang bahwa keseluruhan lebih
bermakna daripada bagian-bagian.
-
Organisme
merupakan pusat proses belajar. Berarti bahwa proses belajar diawali oleh
penghayatan yang bersangkutan terhadap stimulus yang dihadapkan kepadanya.
-
Belajar berarti
proses yang dinamis. Belajar terjadi melalui latihan yang terarah. Ini berarti
hubungan stimulus respons, tidak berlaku untuk menerangkan belajar berdasarkan
teori ini.
-
Penstrukturan
situasi menentukan belajar yang akan terjadi. Individu merespons satuan
keutuhan yang dipersepsinya, dan bukan merespon objek tertentu dari
lingkungannya.
1.3.
Teori Mengkondisi
Seorang
anak akan mengedipkan matanya apabila silau oleh sinar yang diarahkan ke
matanya. Reaksi seperti ini dinamakan gerak refleks.
Sekiranya
dibuat satu percobaan sederhana dengan menggunakan cahaya terang yang
menyilaukan mata yang dibarengi suara lonceng, maka anak tadi tetap akan
mengedip apabila lonceng dibunyikan sekalipun tanpa cahaya yang menyilaukan
tadi. Sekarang dapat dikatakan bahwa anak tersebut akan mengedipkan matanya
apabila mendengarkan bunyi lonceng tadi.
Sebagai
ringkasan dapat diungkapkan bahwa teoriconditioning berpandangan:
-
Lingkungan
sangat besar peranannya dalam membentuk tingkah laku.
-
Pengamatan
membantu kita dalam memahami jenis belajar ala conditioning, dan tahap-tahap
belajar berdasarkan teori ini dapat dijabarkan menjadi unsur-unsur kecil.
-
Menurut teori
conditioning, hubungan stimulus response terjadi secara mekanistis dan tidak
bersifat dinamis.
-
Stimulus yang
spesifik akan menyebabkan individu merespons dan bukan stimulus yang mengandung
masalah unutk dipecahkan.
Demikianlah teori-toeri tersebut di atas dapat
digunakan dalam berbagai situasi belajar, dengan mengandung berbagai resiko dan
menuntut peranan guru yang berbeda.
2.5
Hakikat
Pengalihan Belajar
Gagasan
dari pengalihan belajar ialah bahwa seseorang memperoleh keuntungan atau kerugian
dalam suatu situasi belajar, karena hasil nelajar yang diperoleh sebelumnya.
Apa hakikat keuntungan ini? Misalnya seseorang yang telah melakukan latihan
otot dalam ruang senam akan sanggup mengangkat atau memegang benda tertentu.
Jadi latihan otot telah dilakukannya itu tidak hanya berfaedah untuk mengangkat
benda tertentu saja. Seorang pemikir Yunani, Plato, berpendapat bahwa kalbu
manusia berisi kekuatan-kekuatan atau daya-daya, seperti berpikir dan
mengingat, yang dapat diperkuat melalui suatu upaya atau latihan sederhana
seperti latihan otot. Aliran psikologi yang mendasarkan diri pada pemikiran
Plato itu dalam kepustakaan lama yang disebut Ilmu Jiwa Daya. Dasar pemikiran plato ini sering disebut dalam
bahasa Inggris sebgai formal mental discipline,
atau displin
mental formal. Pandangan ini yakni bahwa pkiran dan ingatan dapat dilatih
dengan materi apa pun asal selalu melibatkan berpikir dan mengingat. Ternyata
pandangan ini tidak dapat dibuktikan dalam pendekatan eksperimental. Oleh karena
itu ahli-ahli psikologi menolak pandangan displin mental formal ini. Akan
tetapi tidak berarti bahwa mereka menolak adanya pengalihan belajar. Yang
ditolak dalam hal ini adalah cara menjelaskan bagaimana terjadinya pengalihan
dan apa sebenarnya hakikat dari pengalihan itu.
Perkembangan
pemikiran dalam bidang psikologi dewasa ini telah beralih dari teori daya,
melalui pemikiran yang atomisitik menjadi pandangan yang organismik terarah
kepada integrasi kepribadian. Kalau teori daya mengatakan bahwa kehidupan
manusi ditentukan oleh daya-daya pokok dan dasar yang dimilikinya, maka teori
atomistik menjelaskan perilaku sebagai hasil dari belajar hal-hal yang khusus,
pembentukan hubungan antara perangsang dan jawaban terhadap perangsang itu.
Implikasi dari penalaran ini digunakan dalam mengatur satuan-satuan bahan
pengajaran yang komprehensif dan berarti dari isi kurikulum sekolah. Isi
kurikulum semacam itu harus cukup luas untuk mencerminkan arti yang lengkap,
tetapt jangan terlalu luas sehingga mengurangi kesatuan bahan itu sendiri.
2.5.1 Kondisi-kondisi yang Mempermudah
Pengalihan Belajar
Beberapa
keadaan yang dapat memperlancar atau mempermudah terjadinya pengalihan belajar
dapat dilihat dari peristiwa-peristiwa di sekolah. Peristiwa-peristiwa itu
dapat dirangkum dalam kondisi-kondisi berikut ini :
a. Kemampuan
Asli Pelajar
Sudah
menjadi kenyataan bahwa siswa-siswa yang cerdas atau berintelegensi tinggi
lebih baik dan lebih cepat berhasil dalam belajar, dibandingkan dengan siswa
yang lemah kecerdasannya. Juga dapat dilihat bahwa keberhasilan belajar
seseorang itu banyak trrgantung kepada keberhasilan dalam belajar pada tahap
permulaan. Pengalihan belajar itu merupakan fungsi dari belajar pada tahap
permulaan. Pengalihan belajar yang terbaik terjadi pada seorang anak yang
paling cerdas.
b. Keberartian
Bidang Pengajaran
Sejalan dengan yang
dikemukakan di atas, seseorang akan lebih mudah belajar apabila bahan yang
dipelajarinya itu menyenangkan dirinya, artinya mempunyai arti khusus bagi
dirinya. Dengan analogi di atas, dapat dikemukakan bahwa pengalihan belajar
itun akan berlangsung lebih lancar pada waktu siswa mempelajari bidang
pengajaran atau bahan pengajaran yang menarik baginya.
c. Sikap
dan Usaha Pelajar
Dengan menunjuk kepada kondisi
pertama, ialah bahwa kecerdasan memperlancar pengalihan, perlu diperhatikan,
bahwa kecerdasan yang tinggi itu tidak dengan sendirinya menjamin keberhasilan
belajar yang tinggi. Proses belajar sangat dipengarusur-unsur rohaniah seperti
kesiapan belajar, cita-cita tujuan, sikap, serta usaha sukarela dari pihak
siswa sendiri. Pengalihan belajar itu tidak dengan sendirinya dijamin oleh
tingginya kecerdasan seseorang, tetapi juga oleh sikap positif dan usaha
sukarela siswa dalam menghadapi proses belajar yang dijalaninya itu.
d.
Cara Mengajar
Cara
mengajar yang menarik, bervariasi, tepat guna dan selaras dengan kemampuan
siswa menerima pelajaran, sangat menunjang pencapaian hasil belajar yang baik.
Dalam pengalihan hal belajar, cara mengajar ini pun sangat mempengaruhi
kelancarannya.
3. Usaha
untuk Menjelaskan Pengalihan Belajar
Hampir semua aliran dalam psikologi
mengakui adanya peristiwa pengalihan belajar itu. Karena pengalihan belajar itu
merupakan sesuatu yang dirasakan penting dalam menelaah proses belajar dan
tampak sebagai peristiwa yang unik, maka banyak yang ingin memberikan kejelasan
tentang terjadinya pengaliha tersebut. Beberapa di antara pandangan atau teori
tentang pengalihan belajar sebagai berikut.
a. Teori
Disiplin Mental Formal
Sebagai telah dikemukakan teori ini yakin bahwa
kalbu manusia terdiri atas berbagai daya yang dapat diperkuat dengan latihan,
lebih dari itu, latihan yang diperlukan untuk memperkuat daya itu tidaklah
perlu merupakan latihan khusus, asalkan latiha tersebut langsung berhubungan
dengan daya yang nbersangkutan. Demikian diyakini bahwa belajar bahasa Latim
atau Yunani dapat memperkuat kemampuan berpikir, kesusateraan menigkatkan daya
imajinasi, dan olah raga terutama atletik dapat mengembangkan daya untuk
membuat keputusan secara cepat dan tepat.
b.
Teori Komponen-komponen Identik
Teori
ini berusaha menerangkan peristiwa pengalihan belajar atas dasar pandangan
bahwa dalam perbuatan belajar itu terdapat berbagai unsure yang terlibat.
Demikian teori ini menjelaskan bahwa pengalihan belajar itu terjadi hanya
apabila pada kedua peristiwa belajar itu terdapat unsure-unsur yang identik.
c.
Teori Generalisasi
Teori ini menekankan pentingnya penguasaan
siswa atas makna dan kaidah atau prinsip yang luas yang mendasari pengalaman
seseorang, serta pentingnya proses pengaturan dan generaliasi dari
pengalaman-pengalaman itu. Oleh karena itu, dalam teori ini perkataan
pengalihan itu sama artinya dengan generalisasi. Dapat dilihat dalam peristiwa
belajar di sekolah, bahwa apabila seseorang siswa yang telah berhasil memahami
prinsip-prinsip tentang suatu masalah, kemudian dia mampu membuat generalisasi,
maka siswa tersebut akan lebih berhasil dalam mempelajari bahan pelajaran
selanjutnya.
d. Teori-teori
lain yang senada dengan Teori Generaliasi
ialah teori pengalihan melalui keberartian
bahan pengajaran, teori pengalihan melalui cita-cita yang disadari, dan teori
Gestalt. Pada pokoknya teori-teori ini mengatakan bahwa pengalihan itu terjadi
denganm cara mengangkut unsure-unsur tertentu dari suatu keseluruhan yang
berarti dan kemudian menempatkan unsure-unsur tersebut dalam keseluruhan lain
secara tepat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar